Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah akan mengembangkan konsep garam industri terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mencegah impor.

"Paling tidak kebutuhan garam aneka pangan dan pertambangan, kalau kita kembangkan konsep garam industri terintegrasi, dimana setiap unitnya bisa menghasilkan 40 ribu ton per tahun, dengan investasi 40 miliar rupiah, maka kalau kita bisa tambah 14-15 unit yang serupa agar bisa menghasilkan kira-kira 600-700 ribu ton (garam) per tahun," kata Bambang dalam konferensi pers secara virtual dari kantornya di Jakarta, Senin.

Bambang menyampaikan hal tersebut seusai mengikuti rapat terbatas dengan topik "Percepatan Penyerapan Garam Rakyat" yang dipimpin Presiden Joko Widodo melalui "video conference".

Dalam rapat tersebut, Presiden Jokowi mengemukakan ada 2 masalah utama garam rakyat yaitu rendahnya kualitas garam rakyat sehingga tidak memenuhi standar kebutuhan industri dengan 738 ribu ton garam rakyat yang tidak terserap industri dan rendahnya produksi garam nasional Indonesia sehingga meningkatkan impor yaitu mencapai 2,9 juta ton per tahun dengan kebutuhan terbesar yakni 2,3 juta ton adalah untuk industri chlor alkali plant (CAP).

"Maksudnya garam industri terintegrasi adalah pabrik garam yang terintegrasi langsung dengan lahannya sehingga para petani garam nantinya bisa menjual hasil garam rakyatnya yaitu NaCl yang masih di bawah 90 persen kepada pabrik," ungkap Bambang.

Baca juga: Presiden izinkan impor langsung garam industri untuk bahan baku

Selanjutnya pabrik tersebut yang akan meningkatkan kualitas garam rakyat tersebut menjadi garam industri dengan kandungan NaCl di atas 97 persen.

"Kualitas NaCl garam rakyat setelah melakukan pengeringan dari air laut memang sekitar 88-90 persen. Padahal kebutuhan standar garam industri di atas 97 persen. Karenanya untuk meningkatkan standar sekaligus harga maka harus ada upaya tingkatkan kadar NaCl tersebut," kata Bambang.

Menurut Bambang, saat ini sudah ada 1 pabrik yang selesai dan sudah beroperasi di Gresik yang melakukan hal tersebut. Presiden Jokowi pun memerintahkan agar segera ditambah terutama 1-2 pabrik pada tahun depan.

"Kami optimis dengan penggunaan teknologi dengan investasi per pabrik sekitar Rp40 miliar, maka kita nantinya bisa substitusi impor dan mandiri untuk kebutuhan garam aneka pangan atau pertambangan," tambah Bambang.

Bambang menjelaskan penggunaan teknologi juga akan diintesifkan untuk kurangi ketergantungan kita terhadap impor garam industri misalnya dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal itu sudah dilakukan di PLTU yang ada di Banten.

"Karena kebutuhan pabrik yang butuh memang ada di Banten dan ada beberapa PLTU di Banten yang air buangannya dengan teknologi akan diubah, ada yang menjadi garam dan ada yang menjadi air siap minum. Nah hal ini kita harapkan bisa langsung mengurangi impor secara signifikan," tambah Bambang.

Meski Bambang mengakui nilai investasinya memang lebih mahal.

Baca juga: Presiden gelar rapat terbatas soal peningkatan penyerapan garam rakyat

"Tapi kami melihat substitusi impornya akan cukup besar dan bisa benar-benar mengurangi ketergantungan kita terhadap impor garam industri," ungkap Bambang.

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustgrian, nilai impor garam pada 2019 adalah 108 juta dolar AS untuk kebutuhan industri. Sedangkan industri pengguna garam telah mencatatkan nilai ekspor produk hingga 37,7 miliar dolar AS.

"Kalau garam makan itu kita tidak kurang. Cukup produksinya, dan kualitasnya saja yang perlu diperbaiki, yang kurang adalah garam industri, nah garam industri ini ada dua cara, satu tadi pakai PLTU itu, yang kedua garam industri hanya diimpor oleh industri yang membutuhkannya," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers yang sama.

Tujuannya agar nanti tidak ada lagi garam rakyat yang harganya turun namun terjaga di Rp 1.000 per kilogram apalagi menurut Luhut, memasuki musim penghujan produksi garam menurun hingga 1,3 juta ton, dari biasanya 2,4 juta ton.

"Jadi akan ada kekurangan garam (untuk industri). Yang jadi isu, bagaimana sodiumnya, peningkatan garam rakyat bisa naik? Kan kadar rata-rata 93 persen ya, 89 persen malah. Jadi kalau bisa dinaikkan sampai 97 persen, dengan teknologi dan dengan pengambilan air yang bahan baku mutu lebih bagus karena di Jawa ini masalahnya airnya diambil lebih jauh karena di pantai cukup tercemar," ungkap Luhut.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020