Jakarta (ANTARA) -
Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institute (IMI) M Lukman Edy mengatakan kebijakan pemerintah menginisiasi adanya Omnibus Law sebagai langkah yang sangat tepat dan diharapkan menjadi solusi dalam percepatan pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19 berakhir.
 
"Kita mesti mengapresiasi gagasan dan inisiatif Presiden Jokowi melakukan Omnibus Law untuk melahirkan Undang-Undang Cipta Kerja serta mendukung sepenuhnya untuk melakukan langkah-langkah menciptakan ekosistem yang mendukung berkembangnya iklim investasi yang kondusif," kata Lukman saat menjadi Pembicara dalam diskusi daring tentang "Masa depan Ekonomi Pasca Pandemi", di Jakarta, Senin.
 
Menurut Lukman, pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak Maret lalu menjadi pengetahuan bersama tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan, namun berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat.
 
Oleh karena itu, pada saat pandemi ini selesai, untuk memulihkan dan membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi nasional mau tidak mau harus segera didongkrak dengan strategi menarik investasi yang signifikan serta upaya perlindungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Baca juga: "IMI": Kebijakan Normal Baru bangkitkan ekonomi yang terpuruk
 
"Pandemi telah menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga menurunkan kemampuan konsumsi. Oleh karena itu, perlu stimulasi dari pengeluaran pemerintah, perlindungan ekonomi masyarakat dan percepatan peningkatan investasi," paparnya.
 
Omnibus Law memang sudah diprogramkan oleh pemerintah sejak awal, sebelum adanya pandemi Covid-19 yang telah menyerang bangsa-bangsa di dunia.
 
Dengan kondisi itu, katanya, seolah menemukan momentum yang tepat jika pada saat pandemi ini selesai bersamaan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai hasil dari proses Omnibus Law telah diundangkan dan siap dilaksanakan.

Omnibus Law ini dalam rangka upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi demi mewujudkan transformasi ekonomi nasional dari ketergantungan sumber daya alam ke arah peningkatan daya saing manufaktur dan jasa modern yang memiliki nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa Indonesia.

"Pada saat yang sama produk Omnibus Law menjadi salah satu strategi yang bisa diandalkan dalam rangka mitigasi risiko dari krisis ekonomi yang ditimbulkan pada masa pandemi," ujar Lukman.
 
Tumpang tindih regulasi baik sektoral maupun operasional yang selama ini menjadi penghambat masuknya investasi diharapkan dapat diminimalisir guna memastikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan sesuai harapan.
 
"Formula dalam Omnibus Law dilakukan untuk menyederhanakan, memangkas, serta menyelaraskan berbagai regulasi yang tumpang–tindih atau pun bertentangan dalam rumpun bidang yang sama," jelasnya.
 
Dia pun mengilustrasikan tentang banyaknya investor yang enggan untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan di Indonesia dengan alasan berbelitnya birokrasi serta administrasi yang rumit.

Baca juga: Pemerintah jamin RUU Cipta Kerja prioritaskan UMKM dan pekerja
 
"Banyak pengalaman yang saya ketahui, ada investor yang mau menanamkan modalnya menjadi urung karena tidak mendapatkan jaminan kepastian di Indonesia. Terus lari kemana investasinya? Ya ke negara lain seperti Malaysia, dan Thailand atau bahkan ke Vietnam," tuturnya.
 
Selain dalam konteks menarik investasi, tambah dia, salah satu lapangan kerja yang perlu memperoleh perhatian serius guna memberdayakan masyarakat adalah usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK).
 
Sesuai dengan data yang dikemukakan pemerintah, kontribusi UMKM terhadap pendapatan domestik brutto (PDB) mencapai 60,34 persen dan menyerap 97,02 persen total dari angkatan kerja. Sedangkan, kontribusi koperasi terhadap PDB mencapai 5,1 persen.
 
"Sumbangsih UMKM dan koperasi yang sangat besar tersebut harus didukung dengan regulasi yang mempermudah dan mendorong pertumbuhan hingga benar-benar menjadi penggerak perekonomian," ujar Lukman Edy.

Baca juga: RUU Cipta Kerja siap disetujui menjadi UU dalam rapat paripurna

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020