Pontianak (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat, Brigadir Jenderal Polisi Erwin TPL Tobing mengakui masih ada praktik illegal logging atau pembalakan hutan secara liar di Kabupaten Ketapang dan Bengkayang.

"Pembalakan hutan secara besar-besaran seperti beberapa tahun lalu, sudah tidak ada lagi. Tetapi, untuk penebangan hutan skala kecil dan 'kucing-kucingan` dengan petugas kepolisian, masih ada," kata Erwin di Pontianak, Sabtu.

Ia mengatakan memang sulit memberantas praktik pembalakan hutan secara liar di provinsi ini, selain karena luasnya wilayah yang harus diawasi, juga karena kurangnya personel Polda Kalbar.

"Tetapi yang penting praktik ini secara besar-besaran sudah bisa ditekan, dan secara bertahap pengawasan kami mengarah pada praktik kecil-kecilan," katanya.

Menurut dia, sulitnya menekan praktik pembalakan tersebut karena sebagian besar masyarakat masih menggantungkan hidupnya dari hasil kayu.

Selain itu, bahan baku kayu untuk pembangunan di Kalbar masih menjadi pilihan utama, dibanding besi dan semen.

Sebelumnya, hasil investigasi Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR) Kalbar selama lima hari pada Desember 2009 dan awal 2010 di Kabupaten Ketapang dan Bengkayang masih menemukan maraknya aktivitas pembalakan liar.

Direktur LPS-AIR Deman Huri, Senin (8/2) lalu mengatakan pihaknya menurunkan lima anggota untuk melakukan investigasi di Desa Sahan, Kecamatan Seluas, dan Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoibabang, Kabupaten Bengkayang, dan masih menemukan maraknya aktivitas tersebut.

"Hasil investigasi tim kami di lapangan, `illegal logging` mulai marak sejak 1977 hingga sekarang, tapi jumlah kayunya telah menurun drastis, karena penebangan kayu tanpa dibarengi menanam kembali," katanya.

Ia menyebutkan modusnya yakni para cukong mendanai masyarakat sekitar agar menebang kayu, kemudian dijual ke cukong tersebut.

Sementara itu, di Desa Semunying Jaya, Kecamatan Jagoi Babang juga terjadi aktivitas illegal logging di hutan adat desa tersebut seluas 2.380 hektare, dan kini tinggal 930 hektare akibat pembalakan liar.

"Hasil pembalakan dijual ke Malaysia, karena jaraknya tinggal 1 - 2 jam perjalanan," katanya.

Deman mengatakan hasil investigasi di lapangan, pembukaan lahan perkebunan sawit hanya modus untuk menebang kayu. Setelah kayu habis, mereka meninggalkan lokasi tersebut.

Di Kabupaten Ketapang, tim investigasi dari LPS-AIR turun ke Desa Tanjungpura, Kecamatan Muara Pawan, Desa Sungai Putri Kecamatan Matan Hilir, serta Kecamatan Delta Pawan, 23 - 27 Desember 2009.

"Di tiga lokasi tersebut kami juga menemukan praktik pembalakan liar yakni menebang kayu cerucuk (anak kayu) dan kayu olahan," katanya.

Ia berharap pihak kepolisian tidak mengendorkan pengawasan terhadap penebangan kayu secara ilegal di wilayah Provinsi Kalbar. "Sebab, kalau dibiarkan, tidak menutup kemungkinan Kalbar dalam lima tahun ke depan akan mengalami krisis kayu," katanya.(A057/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010