Banda Aceh (ANTARA) - Kalangan buruh di Provinsi Aceh meminta Pemerintah Aceh maupun DPR Aceh mengoptimalkan pelaksanaan qanun atau peraturan daerah yang mengatur ketenagakerjaan.

"Qanun Ketenagakerjaan sudah disahkan beberapa tahun lalu, namun dalam penerapannya belum maksimal. Karena itu, kami meminta pelaksanaan di lapangan lebih optimal," kata Sekretaris Aliansi Buruh Aceh Habibi Inseun di Banda Aceh, Selasa.

Baca juga: Ekonom: Pandemi hambat efektivitas UU Ciptaker undang investor

Pemintaan tersebut disampaikan Habibi Inseun dalam pertemuan dengan Komisi V DPRA di ruang serba guna DPR Aceh. Pertemuan dihadiri Ketua Komisi V DPR Aceh M Rizal Falevi Kirani didampingi anggota komisi Purnama Setia Budi dan Asib Amin.

Habibi Inseun menyebutkan Qanun Ketenagakerjaan tersebut merupakan produk hukum turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang yang dikenal dengan sebutan UUPA merupakan kekhususan Aceh.

Menurut Habibi, dengan kekhususan tersebut, regulasi ketenagakerjaan dijalankan berdasarkan qanun tersebut. Sebab, jika berpedoman UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI, hanya akan merugikan buruh Aceh.

"UU Cipta Kerja banyak menghilangkan hak pekerja. Dan ini tentu sangat merugikan kalangan pekerja. Undang-undang ini tidak lebih baik dari undang-undang ketenagakerjaan sebelum. Karena itu, kami buruh Aceh menolak undang-undang cipta kerja," kata Habibi Inseun.

Baca juga: Rapat Paripurna DPR setujui RUU Ciptaker menjadi UU

Ketua Komisi V DPR Aceh M Rizal Falevi Kirani mengatakan Qanun Ketenagakerjaan merupakan kekhususan Aceh. Oleh karena itu, DPRA mendorong Pemerintah Aceh mengoptimalkan pelaksanaan qanun tersebut.

"Qanun Ketenagakerjaan harus dijalankan. Kalau tidak, untuk apa dibuat. Qanun merupakan turunan UUPA dan penjabaran dari undang-undang kekhususan Aceh," kata M Rizal Falevi Kirani.

Baca juga: FPKS DPR tolak RUU Ciptaker jadi UU

Baca juga: F-Demokrat tegaskan tolak RUU Ciptaker disetujui jadi UU

Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020