Jakarta (ANTARA) - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia mengingatkan Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait dampak yang ditimbulkan akibat keterlambatan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2021.

"Kopel Indonesia ingatkan Gubernur Anis Baswedan, ini penganggaran yang buruk. Jangan sampai ada teguran Kemendagri," kata Direktur Kopel Indonesia Anwar Razak dalam keterangan tertulisnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Razak mengatakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penyusunan APBD 2021 adalah pada awal bulan Juli.

Namun hingga kini, jadwal pembahasan Kebijakan Umum (KU) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) APBD 2021 DKI Jakarta belum dibahas.

"Ini berarti bahwa sudah masuk hitungan ketiga bulan keterlambatan pembahasan KU-PPAS APBD 2021 dan sekarang belum ada tanda-tanda pembahasan akan dilakukan," ujarnya.

Menurut dia, keterlambatan ini akan menyebabkan waktu yang tersisa untuk pembahasan APBD 2021 semakin sedikit.
Bila dihitung bulan tersisa hingga batas penyelesaian APBD 2021, maka sisa waktu dua bulan.

Baca juga: Biro Hukum DKI: Insentif nakes jadi wewenang bukan berarti tak serius
Baca juga: Pemberian insentif sebagai wewenang untuk hindari tumpang tindih


Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan bahwa batas penetapan APBD, yaitu satu bulan sebelum tahun anggaran berikutnya. "Berarti bulan November 2020 APBD 2021 sudah harus selesai," katanya.

Sekarang, kata Razak, belum ada tanda-tanda bahwa pembahasan KU-PPAS APBD 2021 akan segera dimulai sehingga bisa jadi akan molor lagi hingga akhir bulan Oktober ini.

Melihat kondisi tersebut, kata dia, bisa jadi pembahasan APBD 2021 DKI Jakarta akan terancam molor seperti tahun-tahun sebelumnya.

Razak mengatakan dalam catatan publik, APBD DKI Jakarta selalu mengalami keterlambatan. Tahun sebelumnya Pemprov DKI Jakarta bahkan mendapatkan teguran dari Kemendagri karena keterlambatan penyerahan RAPBD 2020.

"Hal ini merupakan catatan buruk bagi penganggaran di Indonesia dan bisa menjadi patron buku bagi daerah lain karena DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang seharusnya memiliki catatan baik dalam penganggaran," ujarnya.

Menurut Razak, ada beberapa ancaman serius akibat keterlambatan ini pembahasan KU-PPAS APBD 2021. Pertama, APBD 2021 sejak pandemi COVID-19 adalah instrumen yang paling diharapkan akan mengemban tiga hal, yaitu membiaya penanganan kesehatan, membiayai pemulihan ekonomi dan membiayai pengamanan sosial.

"Keterlambatan akan menghambat tiga hal tersebut," tegasnya.

Baca juga: Di Raperda COVID-19, insentif tenaga kesehatan tanggung jawab DKI
Baca juga: Pasien sembuh dari COVID-19 di DKI Jakarta naik jadi 81,8 persen


Kedua, lanjut Razak, sanksi pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) dari Kemenkeu. Sanksi ini tidak hanya akan berpengaruh terhadap gaji PNS tapi juga akan menunda pelayanan publik bagi masyarakat.

Ketiga, selain masalah pandemi, DKI Jakarta juga dihadapkan dengan masalah banjir yang tahunan terjadi.

Razak menambahkan, Kopel Indonesia mengingatkan kepada Gubernur DKI Jakarta, DPRD DKI Jakarta dan Kemendagri agar benar-benar memberikan perhatian terhadap keterlambatan pembahasan KU-PPAS APBD 2021 ini.

"Jangan menunggu kritik publik baru akan bergerak," kata Razak.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020