Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Insinyiur Indonesi (PII) menilai pemanfaatan teknologi berbasis tenaga nuklir dapat menjadi solusi dalam penyediaan energi nasional dalam jangka panjang, dan sejalan dengan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2010.

"Untuk jaminan pasokan energi jangka panjang (longterm energy security of supply), terobosan untuk memanfaatkan energi nuklir merupakan langkah yang paling tepat," kata Ketua Umum PII, Muhammad Said Didu, di Jakarta, Senin.

Dalam keterangan persnya, Said menjelaskan, Instruksi Presiden No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, mengedepankan delapan prioritas, antara lain program ketahanan energi.

"PII menyambut baik Inpres tersebut yang mendorong agar masyarakat memahami perlunya pengembangan energi nuklir," kata Said.

Ia menjelaskan, seperti yang menjadi rekomendasi PII, bahwa pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir makin minim limbah karena telah ada teknologi daur ulang limbah yang aman.

Said menggambarkan, kapasitas terpasang pembangkit listrik Indonesia saat ini sekitar 30.000 MW, sementara kebutuhan kapasitas terpasang tahun 2014 diperkirakan berkisar 56.000 MW.

Untuk mengejar ketertinggalan dan target tersebut pemerintah telah mencanangkan program pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap pertama dan kedua.

Jika megaproyek itu terwujud pada lima tahun mendatang, maka total pasokan listrik akan mencapai sekitar 50.000 MW. Akan tetapi dengan tingkat pertumbuhan 10 persen per tahun, maka kebutuhan energi listrik pada 2025 akan menjadi dua kali lipat daripada saat ini.

"Sehingga pada periode tersebut Indonesia nyaris mencapai target kebutuhan kapasitas. Untuk mendukung investasi dan industri yang memiliki waktu jangka panjang diperlukan jaminan pasokan listrik jangka panjang, karena megaproyek 10.000 MW tahap pertama dan kedua, hanya efektif sebagai terapi jangka pendek dan menengah," ujar Said.

Ia mengakui, keputusan beralih pada penggunaan energi nuklir dianggap sejumlah kalangan mungkin mengundang kontroversi, terutama disuarakan para pegiat perdamaian, yang menolak dengan asumsi nuklir yang semula untuk tujuan damai bisa dengan gampang diubah untuk kepentingan perang.

"Kekhawatiran itu sejatinya tidak perlu, karena perkembangan teknologi sudah sampai pada tingkat yang bisa memberi jaminan keamanan yang maksimal. Baik yang terkait dengan kebocoran radiasi, limbah radiasi yang dihasilkan, atau ancaman bencana alam," ujar Said.

Indonesia memiliki insinyur yang bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang terampil dalam pengolahan limbah radiasi.

Ia membandingkan, Jepang negara yang akrab dengan gempa bumi setidaknya memiliki 55 reaktor nuklir untuk memasok kebutuhan listrik.

Ternyata, ketika terjadi gempa berkekuatan 7,2 pada Skala Richter di Jepang pada Agustus 2007 seluruh reaktor nuklir tidak mengalami gangguan karena teknologi rancang bangun reaktor didesain sesuai dengan karakter daerah setempat.

Dengan kata lain, diutarakan Said, selain lebih ekonomis, lebih memberi kepastian pasokan, dan aman, pemanfaatan energi nuklir juga memberi sumbangan besar mengurangi pemanasan global.(R017/A028)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010