Sebenarnya ada pemahaman yang keliru karena ada yang mengatakan bank tanah itu menghidupkan ketentuan hukum Belanda, yang mengatakan tanah yang tidak ada pemiliknya adalah tanah milik negara. Itu keliru.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menjelaskan manfaat bank tanah dan optimalisasinya dalam tata ruang yang tercantum dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Menteri ATR Sofyan Djalil menegaskan bahwa poin mengenai bank tanah yang terdapat dalam pasal 125-135 dalam UU Cipta Kerja tersebut seringkali menimbulkan kekeliruan pada masyarakat.

"Sebenarnya ada pemahaman yang keliru karena ada yang mengatakan bank tanah itu menghidupkan ketentuan hukum Belanda, yang mengatakan tanah yang tidak ada pemiliknya adalah tanah milik negara. Itu keliru," kata Sofyan dalam Konferensi Pers UU Cipta Kerja secara virtual di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Menteri ATR: pengadaan tanah berperan strategis pemulihan ekonomi

Sofyan menegaskan bahwa bank tanah berfungsi sebagai "intermediary" atau perantara layaknya perbankan. Bank tanah atau "land banking" memungkinkan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN untuk mengelola dan mengoptimalisasi tanah telantar, tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya atau tidak diperpanjang.

Setelah itu, Pemerintah dapat melakukan redistribusi atau pembagian tanah kembali kepada masyarakat sesuai dengan otoritas dan pengaturan yang ketat.

Bahkan, bank tanah memungkinkan pemerintah memfasilitasi masyarakat agar dapat memperoleh tanah di perkotaan dengan harga yang terjangkau.

"Bank tanah itu memungkinkan kita, negara, memberikan tanah untuk rumah rakyat di perkotaan dengan harga yang sangat murah, bahkan gratis. Bisa tanah HGU yang telantar kita ambil masukkan ke bank tanah, kemudian 100 persen diredistribusi ke masyarakat," kata Sofyan.

Baca juga: Legislator ingatkan perlunya komitmen pemerintah mengatur bank tanah

Sofyan menambahkan bahwa pesatnya pertumbuhan Jakarta sebagai ibu kota dan pusat bisnis, membuat masyarakat perkotaan terpaksa membeli rumah yang jauh hingga ke daerah penyangga, seperti Cikampek dan sekitarnya.

Oleh sebab itu, bank tanah dimaksudkan agar pemerintah dapat mengoptimalisasi tanah-tanah telantar dan tanah tak bertuan untuk ditampung, dan diredistribusikan kembali ke masyarakat.

Negara lain, contohnya Singapura, telah lebih dahulu menerapkan sistem bank tanah, dari yang semula kepemilikannya hanya 30-40 persen, kini terus bertambah setiap tahun luas tanah yang dikelola.
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020