Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengungkapkan berdasarkan sejarah kebangsaan Indonesia, Empat Pilar yakni Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan hasil ijtihad para kiai dan ulama sehingga nilai-nilai itu tetap harus diperjuangkan.

"Empat Pilar adalah warisan nilai-nilai yang menjadi ijtihad para kiai dan alim ulama. Empat Pilar itu hasil ijtihad. Apa yang sudah final ini, yaitu Empat Pilar, harus terus diperjuangkan," kata pria yang akrab disapa Gus Jazil dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Dia menyampaikan hal tersebut dalam Sosialisasi Empat Pilar di Pondok Pesantren Mathla'un Nawakartika, Kecamatan Citata, Kabupaten Pandeglang, Kamis.

Baca juga: Anggota MPR: Ulama turut andil dalam perumusan Pancasila

Sosialisasi kerja sama MPR dan PCNU (RMI NU/Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama) Kabupaten Pandeglang itu dihadiri anggota MPR Rano Alfath, Pimpinan Pondok Pesantren, Ketua PCNU Kabupaten Pandeglang, dan Rois Syuriah PCNU.

Gus Jazil menyebut Empat Pilar sudah final dan harus terus diperjuangkan. Oleh karena itu, kata dia, jika ada orang atau kelompok yang ingin mengganti Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, maka orang tersebut seperti sedang "ngelindur".

Gus Jazil menambahkan bahwa keberadaan Empat Pilar yang membuat Indonesia tetap berdiri tegak.

"Jadi Empat Pilar menjadi syarat tegaknya negara Indonesia. Kalau tidak ada Empat Pilar maka roboh negara ini karena Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di kalangan NU disebut PBNU, yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD NRI Tahun 1945 yang membuat Indonesia kokoh," katanya.

Baca juga: Gus Jazil ajak santri menjaga dan kuatkan 4 Pilar MPR

Gus Jazil juga mengungkapkan peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam sejarah kebangsaan Indonesia. "Kalau tidak ada peran kiai dan ulama, bangsa ini tidak merdeka," kata dia.

Gus Jazil mengatakan di kalangan kiai dan santri sudah ditanamkan cinta Tanah Air sebagian dari iman, "hubbul wathan minal iman", sebagaimana dikatakan oleh KH Hasyim Asy’ari.

"Jadi bagi NU, agama dan nasionalisme itu tidak bertentangan. Bahwa cinta kepada Tanah Air adalah bagian dari iman. Karena itulah Indonesia bisa merdeka. Tanpa pemahaman itu, kita tidak akan merdeka. Indonesia tidak mengalami masalah seperti negara-negara lain yang masih belum menemukan rumus antara agama dan negara," ucap dia.

Baca juga: Syarief Hasan ajak masyarakat tingkatkan implementasi Empat Pilar MPR

Resolusi jihad, lanjut Gus Jazil, juga mendorong gerakan kepahlawanan 10 November di Surabaya. "Semua itu didasari perjuangan para kiai dan santri. Sebab saat itu Indonesia belum mempunyai tentara. Dengan resolusi jihad umat Islam wajib melawan penjajah. Lahirnya resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 diperingati sebagai Hari Santri," kata Gus Jazil.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020