"Hal ini sebenarnya terkait erat dengan Undang-undang Cipta Kerja yang sekarang diributkan itu, salah satunya adalah upaya pemerintah untuk mengembangkan dan memperluaskan jaringan UMKM"...
Sukoharjo (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan salah satu upaya pemerintah untuk mengembangkan dan memperluas jaringan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) guna menciptakan lapangan kerja.

Untuk itu, Pemerintah akan mendukung penuh dengan pelaku usaha di bidang obat tradisional dan jamu seperti di Sukoharjo dan Karanganyar, kata Menko PMK Muhadjir Effendy usai penyerahkan sertifikat Cara Pembuat Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan izin edar kepada pelaku UMKM di Sukoharjo, Jumat.

"Hal ini sebenarnya terkait erat dengan Undang-undang Cipta Kerja yang sekarang diributkan itu, salah satunya adalah upaya pemerintah untuk mengembangkan dan memperluaskan jaringan UMKM," ucap Menko PMK.

Menurut dia, pertanyaannya kenapa hal itu harus dilakukan. Karena pemerintah ingin memperbesar volume UMKM. Kalau bukan UMKM yang bergerak ke depan tidak mungkin bisa menampung jumlah angkatan kerja yang dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.

Jika tidak salah, kata Muhadjir, UMKM memiliki sumbangan untuk menampung angkatan kerja di Indonesia sekitar 86 persen. Jadi sebenarnya perusahan-perusahan besar itu, hanya menampung tenaga kerja sekitar 14 persen. Jadi 86 persen mereka bekerja di sektor UMKM.
Baca juga: Menko PMK dorong produk jamu Sukoharjo tembus pasar internasional

Menurut Muhadjir berkaitan dengan tersebut maka niat baik pemerintah dengan UU Cipta Kerja itu, memang menyediakan lapangan kerja terutama kepada angkatan kerja yang belum bekerja. Kalau mereka yang sudah bekerja mungkin masih banyak kekurangan, dan hak-hak belum tercukupi serta kesejahteraannya mungkin juga belum terpenuhi. Namun, mereka harus bersyukur karena masih ada sekitar tujuh juta orang pengangguran di Indonesia.

"Angkatan kerja di Indonesia per Februari 2020 itu, hampir sekitar 137 juta orang. Dari jumlah itu, yang belum mendapat pekerjaan atau pengangguran sekitar tujuh juta orang. Sementara, Indonesia setiap tahun menambah angkatan kerja baru sekitar 3,5 juta orang," kata Muhadjir.

Pemerintah jika tidak menyiapkan atau menciptakan lapangan kerja, maka tidak akan bisa memanfaatkan penduduk produktif itu, dapat pekerjaan. Hal ini, sebenarnya niat pemerintah dengan UU Cipta Kerja. Pemerintah sebenarnya memperioritaskan rakyatnya usia produktif yang menganggur, bagaimana bisa bekerja.

Pemerintah tidak main-main urusannya sangat berat, dan setiap tahun harus penyiapkan lapangan kerja baru, yakni minimal 4,5 juta orang.

Ada 3,5 juta orang untuk angkatan kerja yang baru, sisanya untuk mengurangi baban pengangguran yang 7 juta orang itu.

"Kami harapkan sesuai arahan Presiden empat tahun ke depan angka pengangguan di Indonesia harus tuntas," kata Muhadjir.
Baca juga: Menko PMK apresiasi pengelolaan e-warung di Pekalongan

Muhadjir mengatakan hal tersebut jika tidak dibuka UU yang lebih mempermudah orang-orang berusaha, pemerintah tidak akan bisa menyiapkan lapangan kerja. Hal ini, yang harus dipahami jika ada kekurangan mari dibenahi bersama.

"UU itu, setelah jadi ada aturan turunannya. Jadi peraturan-peraturan turunan yang mengikuti harus diterjemahkan lebih detail. Hal ini, bisa melalui peraturan pemerintah atau Presiden atau Gubernur/Wali Kota/Bupati," katanya.

Jika tidak ada di dalam UU tersebut, kata dia, tentunya nanti akan diatur melalui aturan yang lebih rendah. UU Cipta Kerja itu, sekian ratus undang undang dijadikan satu, dan sekarang saja tebalnya 900 halaman.

"Pemerintah ada niat baik kepada rakyatnya, soal UU Cipta Kerja," katanya.

Menyinggung soal aksi demo menolak UU Cipta Kerja, dia menjelaskan mengakpresikan pendapat pikiran dijamin dalam undang undang, tetapi yang tidak ditoleransi atau disayangkan aksi sampai berbuat anarkis. Apalagi sampai ada pengrusakan.

"Mari salurkan aspirasi sebaik-baiknya, dan percayalah tidak ada pemerintah yang tidak mempunyai niat baik kepada rakyatnya. Soal salah paham bisa diselesikan duduk bersama. Jika akhirnya tidak puas ada salurannya yakni bisa melakukan Judicial review atau hak uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.
Baca juga: Menko PMK: Pandemi momentum instal ulang transformasi ekonomi desa
 

Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020