Bandung (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) di Bandung Prof Dr Asep Warlan Yusuf menyayangkan berbagai hal yang positif dan bagus dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang disetujui oleh DPR RI tidak dijelaskan sejak di awal pembahasannya.

"Undang-Undang Cipta Kerja ini ada nilai bagusnya kok. Ada yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan dunia tenaga kerja saat ini. Ada yang bagus. Cuma yang bagus tadi tidak dijelaskan sejak di awal (pembahasannya)," kata Asep Warlan Yusuf ketika dihubungi melalui telepon, Jumat.

Hal baik atau positif dari UU Cipta Kerja, kata Asep Warlan, ialah terkait hambatan birokrasi dalam perizinan dunia usaha bagi para investor yang akan menginvestasikan modalnya di Indonesia.

Baca juga: Pengamat sebut UU Cipta Kerja atasi kendala investor masuk ke RI

"Walaupun di sini ada juga semacam jalan pintas. Langsung pusat daerah diabaikan. Itu biar saja soal kewenangan namun prinsip dasarnya ialah ada kepastian dalam proses perizinan," katanya.

"Dan ketika itu dipastikan dari segi waktu, persyaratan maka itu akan lebih mudah untuk menciptakan lapangan kerja karena mereka bisa membangun usaha yang banyak," lanjut Asep Warlan.

Kemudian ada penjamin dari pemerintah ketika ada PHK kepada buruh dari pengusaha, yakni terkait pesangon yang sebagian ditanggung oleh perusahaan dan sebagian lagi oleh pemerintah.

"Meskipun juga kenapa jadi beban pemerintah? Karena pengusaha menyatakan ya tidak sepenuhnya oleh kami negara pun harus menjamin terhadap situasi kondisi perusahaan. Itu bisa BPJS Ketenagakerjaan modelnya," katanya.

Selain itu, lanjut Asep Warlan, hal bagus lainnya dari UU Cipta Kerja ini adalah terkait outsourcing.

Baca juga: Pengamat sebut UU Cipta Kerja jamin kepastian hukum bagi tenaga kerja

Menurut dia dalam UU Cipta Kerja ini pegawai outsourcing atau kontra semakin jelas status hukum atau basisnya dari mereka adalah kompetensi bukan waktu.

"Kalau kompetensinya bagus, dibutuhkan ya akan terus dijadikan karyawan. Kalau sekarang mah kan, outsourcing itu sekedar waktu, waktunya ya habis (kontrak) ya sudah tidak jelas nasibnya," katanya.

Ia mengatakan hal-hal yang bagus dari UU Cipta Kerja ini tidak pernah didiskusikan kepada publik dalam jangkauan yang luas, khususnya kepada para tenaga kerja.

"Dan sangat disayangkan, proses yang dijalankan oleh pemerintah dan DPR RI itu tidak partisipatif, tidak terbuka, terkesan tergesa-gesa. Seharusnya ketika ini loh ada rancangan undang-undang, tolong atau mari kita kaji, kita telaah bersama, atau ada rekomendasi apa," jelasnya.

Dia menuturkan jika pemerintah partisipatif dan ada pelibatan publik yang luas, khususnya dari tenaga kerja mungkin daya tolak terhadap UU Cipta Kerja ini akan kurang.

"Ketika dialog itu dilakukan sudah jadi (UU Cipta Kerja) kan mereka (buruh/pekerja) menjadi merasa tidak punya makna. Jadi saya kira problem utama dari masalah ini adalah komunikasi yang sangat lemah dari pemerintah," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi bantah ada penghapusan upah minimum dalam UU Ciptaker

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020