Port-au-Prince (ANTARA News) - Dua pekerja bantuan Eropa yang bekerja untuk Dokter Tanpa Perbatasan di Haiti, yang dilanda gempa, telah diculik dan ditahan selama hampir sepekan sebelum dibebaskan Kamis pagi, kata badan amal medis internasional itu.

"Dua rekan saya, dua wanita, telah diculik Jumat lalu. Mereka telah dibebaskan pagi ini ... mereka dalam keadaan sehat dan baik," kata Michel Peremans, jurubicara Doctors Without Borders di Haiti.

Dengan menyebut pertimbangan pribadi, ia menolak untuk memberikan identitas mereka atau perincian mengenai keadaan di seputar penculikan, yang terjadi di ibukota Haiti, Port-au-Prince itu.

Satu dari kedua wanita itu adalah warga Belgia dan satu lagi dari Republik Ceko, kata Peremans kepada Reuters.

Ia menolak untuk mengatakan apakah uang tebusan telah diminta untuk pembebasan mereka atau siapa penculiknya.

"Bukan kebijakan kami untuk membayar uang tebusan," kata Peremans.

Itu adalah penculikan pertama yang diketahui terhadap orang asing di Haiti sejak gempa yang memporak-porandakan pada 12 Januari sehingga menghancurkan Port-au-Prince dan kota-kota di sekitarnya.

Insiden itu diperkirakan akan meningkatkan kekhawatiran keamanan di antara ribuan pekerja bantuan dan tentara asing yang mengalir ke Haiti sejak gempa tersebut dalam operasi pertolongan internasional besar-besaran, dan juga para wartawan. Ada ketakutan bahwa penculikan dapat menimbulkan penculikan-penculikan tiruan.

Peremans menjelaskan Doctors Without Borders telah bekerja di Haiti, negara termiskin di belahan Bumi Barat, seama 19 tahun dan ingin terus bekerja. Yayasan yang memiliki 400 orang asing dan 3.000 warga lokal yang bekerja pada mereka di Haiti itu telah merawat 40.000 orang sejak gempa, ia menambahkan.

"Ada kebutuhan besar sekali. Kami pikir bantuan kami sangat penting, jadi kami ingin tinggal, tapi tentu saja kami akan meninjau kembali bagaimana kami dapat bekerja di Haiti," tegas Peremans.

Presiden Haiti Rene Preval menyatakan sebanyak 300.000 orang mungkin telah tewas akibat gempa, dan lebih dari satu juta orang tinggal tanpa rumah, sebagian besar dari mereka miskin.

Meskipun negara Karibea kecil itu memiliki sejarah ketidakstabilan politik dan kerusuhan sosial berdarah, PBB dan komandan militer AS yang terlibat dalam operasi bantuan pasca-gempa menyatakan keamanan pada umumnya tetap stabil.

Meskipun demikian, penjarahan yang signifikan telah mengikuti gempa itu dan kelompok-kelompok bantuan melaporkan beberapa kasus yang mana orang-orang bersenjata telah berusaha untuk menahan konvoi pangan, yang melakukan perjalanan dengan kawalan militer.

Dalam beberapa tahun terakhir, penculikan biasa terjadi di Haiti.

Beberapa ribu tawanan yang dihukum telah kabur dari penjara yang dirusak-gempa, dan sebagian besar dari mereka masih bebas berkeliaran.(S008/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010