Barabai, Kalsel (ANTARA News) - Eksploitasi berlebihan di kawasan hutan tempat hunian masyarakat adat Dayak, berperan sangat besar terhadap musnahnya adat isatiadat dan budaya setempat.

Hal tersebut berkaitan erat karena peran hutan yang sangat penting terhadap pelaksanaan adat istiadat dan budaya bagi masyarakat adat Dayak, ungkap Koordinator Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo Selatan, Juliade, Jumat.

"Hutan bagi masyarakat adat Dayak bukan hanya sekedar tempat tinggal atau tempat berusaha. Hutan bagi mereka adalah Ibu Pertiwi," ujarnya di Barabai, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan (Kalsel), sekitar 165 Km Utara Banjarmasin.

Ia mengatakan, pelaksanaan adat istiadat dan budaya berkaitan langsung dengan hutan.

"Seperti tradisi Bahilai yang dilaksanakan terkait aktivitas menanam padi atau Aruh Ganal sebagai perwujudan rasa syukur atas hasil panen. Bila hutan tak lagi ada, budaya itupun akan hilang," katanya.

Dalam hal berusaha dan bertahan hidup, bisa saja dilakukan masyarakat adat Dayak di luar kawasan hutan. Tetapi, untuk masalah adat istiadat, budaya dan bahkan kepercayaan terhadap Tuhan sangat berkaitan erat dengan keberadaan hutan.

Ditambahkannya, pengakuan dari pemerintah saat ini terhadap agama dan kepercayaan masyarakat adat Dayak yaitu Kaharingan, sedikit banyak telah membantu membangun kepercayaan diri mereka.

Sementara itu, menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalsel, Hegar Wahyu Hidayat, upaya pemerintah mengakomodir budaya adat hanya sebatas pelestarian saja.

"Seperti Aruh Ganal yang pelaksanaannya difasilitasi oleh pemerintah, dilakukan hanya sekedar pelestarian saja dan kehilangan maknanya. Karena hal itu dilakukan dengan orientasi yang berbeda," ujarnya.

Kekhawatiran beberapa kalangan akan musnahnya adat istiadat dan budaya masyarakat adat Dayak saat ini bergulir seiring dengan musnahnya beberapa budaya yang ada, seperti Bahilai yang kini tak lagi dikenal.
(ANT/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010