Ada kesamaan antara kau dan karyamu karena ini adalah kain, sesuatu yang kau kenal
Jakarta (ANTARA) - Marcellina Akpojotor meninggalkan sebuah toko di Lagos dengan satu tas berisi kain-kain sisa tak terpakai. Bukan dibakar atau dibuang dan berakhir sebagai limbah, kain perca warna warni itu di tangan sang seniman mendapatkan kehidupan baru.

Seniman beruia 31 tahun itu membuat lukisan menggunakan sisa ankara, kain Afrika berwarna cerah yang bisa ditemukan di daerah kumuh Lagos hingga rapat penting di ibu kota Abuja. Dia mengatakan makna dari kain itu membantu mendorong semangatnya bekerja.

"Saya sangat terinspirasi oleh kain ini," katanya seperti dikutip dari Reuters.

Baca juga: Lady Gaga kenakan masker buatan Indonesia di VMA 2020

"Kami memakainya dalam berbagai perayaan, pemakaman, pemberian nama, pernikahan."

Ankara, terinspirasi dari batik Indonesia, awalnya diproduksi di Belanda, tapi jadi sangat populer di Afrika Barat pada 1800-an. Rumah mode global telah menggunakan ankara hampir satu dekade, dan harga dari karya seni Afrika telah meningkat 70 persen menjadi 100 persen selama 10 tahun terakhir, kata rumah lelang London Bonhams.

Karya Akpojotor memadukan seni dan fesyen di atas kanvas, dilengkapi dengan cat akrilik. Sketsa profil perempuan menjadi hidup saat dia dengan hati-hati menambahkan potongan kecil kain untuk mewarnai kulit, bibir, dan bajunya.

"Ada kesamaan antara kau dan karyamu karena ini adalah kain, sesuatu yang kau kenal," katanya.

Dia telah menjual sejumlah karya senilai 25.000 dolar AS. Kehinde Afolabi, direktur asosiasi Galeri Rele Lagos, menemukan Akpojotor di media sosial dan menampilkan karyanya pertama kali pada 2017.

"Anda tak bisa menemukan orang lain membuat karya seni yang serupa," kata Afolbai. "Ini luar biasa, bagaimana orang bisa mengubah sampah jadi sesuatu yang baru."

Baca juga: Perancang Indonesia & Greenpeace lelang barang berbahan daur ulang

Baca juga: Batik tampil dalam pameran fesyen New York di tengah pandemi

Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020