ekonomi Indonesia butuh waktu minimal satu tahun untuk pulih
Jakarta (ANTARA) - Perkembangan wabah COVID-19 masih belum ada tanda-tanda mengalami penurunan terbukti kasus baru positif COVID-19 Kamis (10/9) masih berada pada posisi ribuan di Pemprov DKI Jakarta dari hasil tes usap.

Namun sebagian dunia usaha masih memiliki komitmen untuk terus bergerak.

Salah satu yang menjadi alasan dunia usaha masih bergerak adalah optimisme terhadap perkembangan vaksin COVID-19 yang diperkirakan akan dipergunakan secara massal pada akhir 2020.

Seperti diketahui, akibat wabah COVID-19 telah memukul dunia usaha, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai sektor membuat pelaku usaha tidak bisa beroperasi secara normal.

Alasannya tidak semua sektor usaha bisa dilaksanakan dari rumah, beberapa masih membutuhkan kehadiran pekerja.

Persoalan tidak berhenti sampai di situ, kesulitan yang dialami dunia usaha tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di seluruh belahan lain di dunia yang kasus COVID-19 mayoritas masih tinggi. Bahkan sejumlah kepala negara juga terpapar virus mematikan ini.

Dengan demikian, tekanan terhadap dunia usaha semakin bertambah mengingat mitra dagang di luar negeri juga tengah mengalami kesulitan. Jadi, di dalam negeri pasar sedang sulit, di luar negeri juga tidak bisa berharap banyak kecuali memang produk-produk penting (urgent) pertambangan dan perkebunan.
Ilustrasi - Berinvestasi reksadana dari rumah (Foto HO STAR AM)


Proyeksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus satu persen pada kuartal III-2020, meskipun angka tersebut mengalami perbaikan dari kuartal II yang menyusut sebesar 5,32 persen.

Bayang-bayang
Kondisi perekonomian ini masih dibayangi oleh bertambahnya jumlah kasus positif COVID-19, khususnya di Jakarta sebagai Ibu Kota dan pusat perekonomian Indonesia.

Sehingga kehadiran vaksin COVID-19 agaknya masih menjadi satu-satunya "obat" untuk kembali menggairahkan pelaku usaha di tengah himpitan ekonomi baik di dalam negeri maupun dampak global.

Baca juga: Memupuk harapan, membangun kepastian

Banyak pebisnis yang melihat masih adanya secercah harapan terhadap kebangkitan ekonomi dengan kehadiran vaksin tersebut.

Apalagi Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden mengenai Vaksin COVID-19 yang tentunya ditanggapi positif dari kalangan usaha.

Bahkan banyak perusahaan pengembang properti yang telah mengambil 'start' dengan menghadirkan produk-produk terbarunya setelah selama pandemi terhenti.

Pengamat properti Ali Tranghanda mengatakan banyak dari pengembang yang mengambil momentum dengan pandemi COVID-19 mengingat dengan kebijakan bekerja dan belajar dari rumah banyak dari masyarakat yang lantas memburu rumah terutama yang memiliki harga terjangkau.

Dalam webinar yang bertajuk “Investment Optimism Post Covid-19” yang diselenggarakan oleh Aldiracita Sekuritas Indonesia (Aldira) dan STAR Asset Management (STAR AM), ekonom senior dari CReco Research Institute, Chatib Basri memperkirakan ekonomi Indonesia butuh waktu minimal satu tahun untuk pulih setelah vaksin COVID-19 didistribusikan kepada masyarakat.

Asumsinya jumlah penduduk sebanyak 268 juta jiwa, maka setiap harinya pemerintah harus memberikan sekitar 730 ribu vaksin.

Tingkat keberhasilan distribusi vaksin ini pun ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kemampuan logistik dan kapasitas penyimpanan vaksin. Selama vaksin belum terdistribusi secara penuh, masyarakat masih harus menerapkan protokol kesehatan agar perekonomian Indonesia kembali pulih.

Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengungkapkan kenaikan jumlah investor merupakan indikasi pencapaian yang cukup baik meski saat ini masih menghadapi situasi pandemi.

Angka jumlah investor di pasar modal bahkan cenderung meningkat dibanding tahun sebelumnya. Data menyebutkan investor harian meningkat 35 persen dibanding tahun lalu dan investor aktif naik dua kali lipat hingga mencapai 100.000 investor per hari.

Di masa pandemi ini, Bursa Efek Indonesia juga beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan menghadirkan layanan elektronik untuk penawaran saham perdana ke publik (Initial Public Offering/IPO) agar efisien prosesnya dan melindungi keselamatan investor.

Baca juga: Satgas: Vaksin bukan jaminan tuntasnya pandemi COVID-19

Dampaknya langsung terlihat di tengah pandemi, sudah ada perusahaan yang menggalang dana melalui IPO serta jumlah investor di pasar modal juga terus mengalami peningkatan.

Melihat situasi seperti ini, penting juga untuk melihat kembali strategi investasi dengan mengutamakan profil risiko dan kemampuan tiap individu.

Peluang
Direktur Aldiracita, Rudi Utomo mengatakan pandemi COVID-19 ini justru menjadi peluang yang baik untuk berinvestasi, namun dengan tetap memperhatikan faktor risiko misalnya dengan membeli saham-saham di sektor yang tidak terkena dampak COVID-19.

Apabila diperhatikan masih banyak sektor-sektor usaha yang memiliki risiko rendah selama pandemi COVID-19, salahnya satunya bergerak di sektor kesehatan, termasuk sektor IT serta industri makanan dan minuman.

Saham-saham di sektor farmasi diprediksi akan terus meningkat seiring dengan pandemi COVID-19 yang masih berkepanjangan akan meningkatkan permintaan produk farmasi.

Masyarakat kini sadar akan pentingnya kesehatan dan vaksin COVID-19 akan memasuki tahap pendistribusian.

Tak ketinggalan, saham sektor teknologi dan perdagangan secara eletronik (e-commerce) diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan seiring disrupsi dan perubahan gaya hidup baru sejak pandemi dan di tahun-tahun mendatang.

Pergerakan pasar dengan tingkat volatilitas tinggi perlu diimbangi dengan pemahaman profil risiko agar investor bisa menentukan kelas asset mana yang sesuai dengan instrumen investasi yang ingin dimilikinya.

Salah satu instrumen investasi yang tepat di masa pandemi ini adalah reksadana, karena memiliki keragaman tingkat risiko sehingga dapat disesuaikan dengan profil serta kebutuhan masing-masing investor.
 
Sejumlah tenaga penjual menawarkan produk reksadana di salah satu stan dalam Pameran Pekan Reksadana di Central Park, Jakarta Barat, Kamis (18/10). Pameran yang melibatkan 45 manajer investasi dan agen penjual reksadana itu berlangsung 18-21 Oktober 2012 sebagai ajang mensosialisasikan investasi reksadana yang dapat meningkatkan aset keuangan keluarga. (FOTO ANTARA/Fanny Octavianus)

Direktur Utama STAR AM, Reita Farianti mengatakan untuk mencapai tingkat pengembalian yang optimal, pengelolaan dana sebaiknya diserahkan kepada manajer investasi yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan profil masing-masing investor.

Salah satu produk unggulan yang menjadi tren saat ini adalah reksadana indeks, karena dinilai lebih aman, namun mampu memberikan imbal hasil yang baik.

Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih untuk COVID-19 harus semanjur mungkin

Produknya juga dinilai dapat memberikan dampak positif bagi aspek sosial dan lingkungan di tengah pandemi.

Saat kondisi seperti ini, banyak produk reksa dana yang diminati investor terutama berpendapatan tetap. Instrumen pendapatan tetap sangat tepat diterapkan di tengah-tengah pandemi saat ini yang membutuhkan kepastian, termasuk dari segi pendapatan.

Dengan demikian di tengah pandemi sekarang ini memang tidak ada larangan untuk berinvestasi bahkan pelaksanaannya juga lebih mudah bisa dari rumah dengan memanfaatkan teknologi digital.

Pertumbuhan pasar modal termasuk reksadana selama ini menjadi barometer kondisi ekonomi makro. Meskipun saat ini masih minus akan tetapi ke depan bisa jadi pertumbuhan kembali positif seiring optimisme vaksin COVID-19.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020