Jakarta (ANTARA) - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyerukan agar peserta aksi lanjutan penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tidak melakukan kerusuhan dan kekerasan.

"Langkah kami ke depan melanjutkan demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja," kata Said Iqbal dalam konferensi pers virtual yang dipantau dari Jakarta, Senin.

Baca juga: KSPI pertimbangkan opsi "judicial review" UU Cipta Kerja ke MK

Baca juga: Bamsoet: Segera terbitkan PP untuk akhiri polemik UU Cipta Kerja


Said menegaskan aksi buruh seperti mogok nasional yang dilakukan pada 6-8 Oktober untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja itu adalah hak yang sudah dijamin konstitusi.

Namun, dalam menjalankan hak tersebut, ia menyerukan agar tidak ada kericuhan dan kekerasan. Hal itu penting, karena serikat pekerja dan buruh berencana untuk melakukan aksi lanjutan menolak UU tersebut.

"Dengan ini saya menyatakan aksi-aksi buruh tidak boleh ada kekerasan, aksi tidak boleh menimbulkan kerusuhan. Itu sikap kami," tegas Said.

Menurut Said, terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan oleh 32 serikat pekerja dan buruh yang terafiliasi dengan KSPI, yaitu aksi massa, excutive review dan legislative review serta judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Ia mengatakan untuk merencanakan aksi lanjutan dan proses hukum masih menunggu dokumen resmi UU Cipta Kerja yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin (5/10).

Baca juga: Wapres harap MUI dan ormas Islam tampung aspirasi terkait Omnibus Law

Baca juga: Pakar nilai demonstrasi menolak UU Cipta Kerja tidak murni


Dokumen itu kemudian akan disandingkan dengan UU No13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya dilakukan sosialisasi ke para buruh dan pekerja untuk mendapatkan aspirasi dari mereka.

"Dari situ baru kita bisa mengambil langkah-langkah lebih besar lagi untuk berjuang terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang kita akan tolak," ucapnya.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020