Teheran (ANTARA News/Reuters) - Pengadilan Iran telah melarang kegiatan sebuah partai reformis ternama, kata kantor berita ISNA, Senin, mengutip seorang pejabat.

Deputi politik Kementerian Dalam Negeri Iran Solat Mortazavi mengatakan, pengadilan melarang kegiatan Front Partisipasi Iran Islam, partai pro-reformasi terbesar di Iran, dan "menutup kantornya", siar kantor berita semi resmi itu.

Partai yang dekat dengan mantan Presiden reformis Mohammad Khatami itu telah dijadwalkan mengadakan pertemuan tahunan pada 11 Maret.

Namun, partai tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan, mereka dilarang melaksanakan sidang itu dan menyebut hal itu sebagai "sebuah tindakan ilegal dan contoh jelas perampasan hak-hak fundamental warga", kata situs berita oposisi Norooznews.

Pelarangan kegiatan partai reformis itu merupakan upaya lebih lanjut pemerintah untuk mengakhiri gerakan reformasi di negara Islam tersebut.

Ratusan reformis ditangkap dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden Juni lalu yang dipersoalkan, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.

Dua calon presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.

Pada Juli, Front Partisipasi Iran Islam mengatakan, pemilu itu merupakan "kudeta" yang menodai keabsahan pemerintah Islam.

Penumpasan terhadap oposisi diperkirakan berlangsung Selasa ketika penduduk Iran melaksanakan perayaan tradisional menjelang Tahun Baru negara itu yang dimulai pada 21 Maret.

Polisi telah memperingatkan keras oposisi agar tidak menggunakan even itu untuk melakukan protes baru dan mengatakan, mereka akan menahan siapa pun yang ditangkap pada hari itu hingga akhir liburan Tahun Baru Iran.

Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.

Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi paling akhir pada 27 Desember, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.

Protes besar berkobar sejak pemilihan presiden Juni dan sejumlah besar orang ditangkap.

Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.

Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.

Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan banyak pihak.

Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.

Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.

Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.

Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.

Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010