Jakarta (ANTARA) - Musik identik dengan keterlibatan banyak orang. Mulai dari proses pengerjaannya, hingga cara menikmatinya secara langsung lewat pergelaran konser yang sebelumnya lumrah dilakukan ketika pandemi COVID-19 belum melanda dunia.

Pun di Indonesia. Ketika pandemi tiba pada awal tahun yang cantik ini, sejumlah konser luring harus ditunda, bahkan dibatalkan sepenuhnya perhelatannya. Semua yang terlibat terdampak--musisi, kru panggung, promoter, hingga para calon penonton.

Satu bulan berlalu tanpa konser, rasanya baik-baik saja. Namun, waktu terus berjalan dan kerinduan musisi untuk kembali unjuk gigi keahliannya bermusik pun timbul; terlebih, Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup rajin membuat pertunjukan musik lokal maupun dunia.

Musikus sekaligus personel grup Maliq & D’Essentials Widi Puradiredja pun mengungkapkan bahwa banyaknya pertunjukan musik di Indonesia yang seakan tak ada habisnya itu membuat ia dan para musisi merasa bergantung dengan adanya konser.

Namun, ketika pandemi datang begitu saja--tanpa ada promoter yang mengundang, membuat para musisi harus rehat sejenak dari rutinitas yang mereka sangat cintai itu.

Mereka--para musisi--kemudian memutar otak--mencari cara agar kerinduan ini dapat tersalurkan ke orang-orang yang memiliki perasaan yang sama.

Berkawan dengan teknologi adalah salah satu cara yang terlintas. Penggunaan teknologi pun bukanlah hal yang baru bagi sebagian besar musisi.

Hanya saja, bagaimana kemudian para musisi ini beralih dari yang biasanya cukup memikirkan bagaimana suara-suara yang mereka hasilkan bisa terdengar apik, namun juga mempresentasikannya sesempurna penampilan mereka di atas panggung tanpa terhalang layar dan jarak.

Musisi, seperti layaknya Widi dan Maliq & D'Essentials, mencoba untuk mengulik teknologi digital ini secara mandiri, menciptakan pekerjaan untuk mereka sendiri, menyuguhkan sebuah ruang rindu untuk mereka dan para penggemarnya.

Baca juga: Gelar konser saat pandemi? Ini yang harus diperhatikan

Baca juga: Kreativitas tak boleh mati karena pandemi


Konser virtual pun menjadi rutinitas baru bagi para musisi dan penikmatnya di Indonesia.

Sejauh ini, Widi menyebutkan bahwa konser virtual yang beberapa waktu belakangan gencar dibuat oleh musisi dan promoter, sudah melakukan sejumlah protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.

Mulai dari menjaga jarak, mempersiapkan instrumen dan gear sendiri, menjaga kebersihan, hingga melakukan tes cepat (rapid test) dahulu bagi para musisi dan kru sebelum memulai konser.

Bagi penonton, dengan proses yang hampir sama -- mulai dari membeli tiket, hingga harus "mengantre" sebelum menyaksikan para idola tampil, cukup membuat kerinduan pengalaman bermusik tersalurkan, walaupun secara daring.

Namun, "Apakah konser akan selamanya menjadi terbatas jarak dan layar?" menjadi sebuah pertanyaan yang terus ditanyakan oleh para pelaku dan penikmatnya.

Waktu yang terus berlalu dengan ketidakpastian, akhirnya membawa pemerintah ikut hadir memberikan dorongan dan lampu hijau untuk para musisi dan kru musik serta pertunjukan, untuk menggelar kembali konser di tengah pandemi.

Terlebih, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di Jakarta sudah kembali diberlakukan.

Sejumlah alternatif pun disarankan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, seperti melakukan konser luring dengan adanya pembatasan (drive-in concert dan block area), hingga secara hibrida (hybrid) memadukan pengalaman konser secara luring dan daring.

Baca juga: ONE OK ROCK hingga Ed Sheeran tampil di konser virtual Fuji Rock 2020

Baca juga: Kegiatan virtual bisa sadarkan masyarakat terapkan protokol kesehatan


Kemenparekraf baru-baru ini juga telah meluncurkan panduan terbaru bagi para musisi, promoter, dan masyarakat yang rindu merasakan sensasi konser di tengah pandemi dengan aman dan nyaman.

Adapun panduan umum terkait protokol kesehatan, yakni mengenakan masker, mencuci tangan dengan teratur, dan menjaga jarak.

Sementara, untuk panduan khusus di pertunjukan musik, Staf Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ari Juliano Gema, mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pihak-pihak terkait.

Kemenparekraf mengimbau seluruh musisi, kru, dan kru panggung yang terlibat sudah melakukan rapid test atau PCR dengan hasil negatif, dilampiri pernyataan masa berlaku hasil tes dari instansi berwenang.

"Upayakan setiap penampil menggunakan instrumen pribadi yang sudah didisinfeksi dan tidak menggunakan instrumen secara bergantian dengan penampil lain," kata Ari.

Selanjutnya, tidak mengajak penonton untuk ikut terlibat di atas panggung, dan mengupayakan agar konferensi pers dan jumpa penggemar dilakukan secara daring.

Penampil mendapat pengecualian tidak memakai masker hanya pada saat di atas panggung. Namun tetap melakukan langkah-langkah preventif lainnya, seperti jaga jarak, gunakan faceshield, partisi, dan inovasi lainnya yang dapat meningkatkan perlindungan diri sendiri dan orang di sekitarnya.

Untuk antrean, dianjurkan untuk menyediakan jalur tambahan setelah pemeriksaan tiket untuk pengecekan suhu tubuh penonton, dan atur antrean masuk dan keluar area konser.

Buat barikade untuk menjaga jarak dari penonton ke panggung dan antara sesama penonton, serta atur lalu lintas kendaraan di area konser agar terkendali dan tidak terjadi kerumunan.

Lebih lanjut, Ari memaparkan, untuk pertunjukan musik seperti homeband di kafe yang akan dibuka dengan kapasitas 50 persen, ia menyarankan agar pengunjung tidak beranjak dari tempat duduk selama acara musik berlangsung.

Adapun saran untuk menggunakan teknologi digital untuk mengumpulkan permintaan lagu dari penonton.

Tentu masih dibutuhkan adaptasi lagi bagi para musisi, kru panggung, promoter, dan penonton untuk kembali hadir di sebuah pergelaran musik secara luring di tengah pandemi, setelah sebelumnya beralih secara daring sepenuhnya.

Terlebih, meskipun diadakan secara luring, masih harus ada jarak yang memisahkan mereka yang tampil di atas panggung dan mereka yang menyaksikannya.

Namun, seperti yang sudah disinggung di awal, musik melibatkan banyak orang, dan memiliki kekuatan untuk menyatukan banyak orang. Agaknya, hal itu menjadi sebuah optimisme bahwa meski masih harus terpisah jarak, konser musik masih bisa menyuguhkan pengalaman menyenangkan bagi semua yang terlibat.

Ya...kalau mengutip lagu dari Maliq & D'Essentials, musik bisa menyentuh "Mata, Hati, Telinga". Lebih pas lagi, meminjam lirik lagu grup musik lain, RAN, "Jauh di mata namun dekat di hati."

Baca juga: We The Fest 2020 digelar secara virtual untuk pertama kali

Baca juga: Menparekraf: Musik jazz bantu perkuat pariwisata Indonesia

Baca juga: Indra Lesmana hadirkan jazz dan lo-fi dalam album "Sleepless Nights"

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020