Ambon (ANTARA News) - Seratusan umat Hindu di Ambon dan sekitarnya mengikuti ritual Tawur Kesanga atau Pecaruan Agung di Pura Ciwa Stana Giri di kawasan Taman Makmur, Kecamatan Nusaniwe, Ambon, Senin.

Tawur Kesanga atau Pecaruan Agung merupakan rangkaian prosesi umat Hindu menyambut perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1932.

Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Maluku, I Nengah Sukarta mengatakan, rangkaian prosesi upacara menyambut Hari Raya Nyepi tahun ini dimulai dengan upacara Melasti yang telah dilakukan pada Minggu (14/3) dan dipusatkan di kawasan wisata Batu Capeo, Kecamatan Nusaniwe, sedangkan Tawur Kesanga atau Mecaru dilakukan sehari menjelang Hari Nyepi.

Melasti, menurutnya, merupakan ritual untuk meleburkan atau menghilangkan seluruh kotoran yang ada dalam diri manusia baik pikiran, perkataan maupun perbuatan serta memperoleh air suci untuk untuk kerahayuan hidup.

Dalam praktiknya melasti ini dilakukan pada sumber-sumber air seperti laut, danau atau sungai dan di Ambon dilaksanakan di wisata Batu Capeo, sedangkan tawur kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi dengan tujuan untuk menyucikan dan mengembalikan keseimbangan Buwana Alit (alam manusia) dan Buwana Agung (alam semesta).

Nengah Sukarta menandaskan, setelah mengikuti ritual Tawur Kesanga dilanjutkan dengan upacara "pengerupukan", yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, menyalakan obor di rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja hingga bersuara ramai atau gaduh gaduh.

Tahapan ini dilakukan sebagai simbol mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar agar kondisinya kembali harmonis.

Menurutnya, perayaan Nyepi harus dilakukan setiap umat Hindu dengan melaksanakan secara penuh Sradha dan Bhakti Catur Brata penyepian yakni Amati Geni (tidak menyalakan api termasuk api hawa nafsu), Amati Karya (meniadakan aktivitas kerja rutin), Amati Lelunganan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).

"Inti dari perayaan Nyepi pada Selasa (16/3) adalah pengendalian diri," ujarnya.

Umat Hindu, tambahnya, juga dituntut melaksanakan kewajiban Catur Brata penyepian dengan sungguh-sungguh dan tulus serta berkewajiban mengokohkan sendi-sendi Pasemetonan (persaudaraan) melalui tradisi Masima Krama (silaturahmi).

"Jika kedua aspek ini bisa ditumbuhkan kembangkan dan dilaksanakan dengan penuh Sradha dan Bhakti maka filosofi dimana pun kita berada kita semua saudara benar-benar akan terwujud dan mengokohkan eksistensi umat Hindu, dan pada gilirannya berimbas pada hubungan harmonis dengan umat beragama lain dalam suasana damai," katanya.

Dia berharap berbagai ritual yang dilakukan ini dapat berdampak kehidupan antarumat beragama di Ambon dan Maluku pada umumnya dapat semakin harmonis sekaligus mendukung berbagai agenda internasional yang akan berlangsung di daerah ini, khususnya Sail Banda 2010 Juli-Agustus mendatang. (JA/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010