Jangan sampai menempatkan masyarakat di nomor kedua setelah pengusaha
Jakarta (ANTARA) - Pengamat sektor kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan skema perizinan yang akan dibuat untuk kawasan pulau-pulau kecil dan pesisir jangan sampai mendahulukan prinsip komersialisasi dan privatisasi.

"Jangan sampai menempatkan masyarakat di nomor kedua setelah pengusaha," kata Abdul Halim dalam diskusi daring bertajuk "Merencanakan Pembangunan Pesisir yang Berkeadilan" di Jakarta, Rabu.

Menurut Abdul Halim, bila proses perizinan dan pengelolaan usaha kelautan dan perikanan terus mengedepankan konsep komersialisasi dan privatisasi, konflik berpotensi akan terus terjadi.

Ia berpendapat dalam dokumen terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang mengatur tata ruang laut, ada semangat kental yang lebih mendahulukan investasi di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Baca juga: Program Desa Wisata Bahari harus lebih banyak libatkan warga setempat

Bila hal tersebut dilakukan, lanjutnya, maka bisa saja terjadi eksklusi atau pengeluaran masyarakat dari pulau-pulau kecil terluar.

Abdul Halim mengemukakan bahwa kepala daerah memiliki peran yang signifikan untuk peta jalan pembangunan daerah pesisir, tetapi sayangnya dengan Omnibus Law maka sejumlah kewenangan yang ada di daerah bakal ditarik ke pusat.

Pembicara lainnya Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) Andi Fajar Asti menginginkan agar kewenangan pengelolaan laut diberikan kembali ke pemerintah kabupaten/kota, dengan pihak pemerintah provinsi hanya sebagai kordinator.

Selain itu, ujar Andi Fajar Asti, RUU Kepulauan Daerah dinilai perlu untuk segera disahkan oleh DPR karena dinilai sebagai jawaban atas terpinggirkannya masyarakat pesisir.

Baca juga: Menteri Edhy sarankan sasaran magang mahasiswa di wilayah pesisir

Bila RUU Kepulauan Daerah telah disahkan, menurut dia, maka ke depannya juga bakal ada mekanisme pembagian alokasi anggaran untuk pembangunan wilayah pesisir dan kepulauan yang lebih berkeadilan.

Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Khairi mengingatkan bahwa pemerintah kabupaten/kota sebenarnya memiliki sejumlah kewenangan untuk pemberdayaan nelayan, seperti untuk membantu fasilitasi permodalan hingga membuat pelabuhan.

Halilul Khairi menyatakan dalam membuat suatu kebijakan yang lebih perlu diperhatikan adalah terkait faktor manfaatnya bagi seluruh rakyat, bukan hanya mengenai perebutan pembagian kewenangan.

Baca juga: KKP : Reklamasi harus meningkatkan ekonomi pesisir

Ia mendorong agar paradigma yang ada adalah pemerintahan sebagai satu keseluruhan, sehingga baik itu pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota harus benar-benar memberdayakan masyarakat pesisir.

Sementara itu, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menyatakan bahwa dalam regulasi sudah jelas mengenai pembagian kewenangan perencanaan pengelolaan kawasan pesisir serta pulau-pulau kecil dan terluar.

"Pengelolaan harus berdasar kepada tata ruang. Kalau tidak sesuai zonasi peruntukannya, kegiatan itu tidak bisa dilakukan," katanya.

Baca juga: KKP sebut usaha perikanan tangkap semakin prospektif meski pandemi

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020