"Kami minta penegak hukum untuk menerapkan sanksi tegas bagi oknum yang melibatkan anak untuk kepentingan politik," ujar Giwo di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan pelibatan anak dalam kegiatan politik, termasuk penyampaian aspirasi politik di jalanan, bertentangan dengan Pasal 15 UU Nomor 35/2014 yang merupakan perubahan atas UU 3/2002 tentang Perlindungan Anak.
Pada pasal 15 UU 35/2014 tersebut disebutkan setiap anak berhak memperoleh perlindungan dan penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan kejahatan seksual.
Kowani mengutuk keras dengan dilibatkannya anak-anak dalam aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, beberapa waktu lalu.
"Sangat disesalkan aksi ini dilakukan di tengah pandemi COVID-19, yang mana anak harus benar-benar mendapatkan perlindungan," ujar dia.
Giwo meminta agar penegak hukum menerapkan sanksi tegas yang kemudian diperlihatkan kepada masyarakat. Hal itu untuk memberikan efek jera bagi mereka yang ingin memanfaatkan anak dalam aksi unjuk rasa.
"Harus diperlihatkan kepada masyarakat, bahwa melibatkan anak dalam aksi unjuk rasa tersebut adalah sesuatu yang salah," kata dia.
Dia juga meminta agar para orang tua benar-benar memberi pengertian pada anak bahwa mengikuti aksi unjuk rasa tidak dibenarkan. Begitu juga dengan guru dan kepala sekolah yang mana juga bertanggung jawab dalam keikutsertaan anak dalam aksi unjuk rasa.
Sejumlah anak mengikuti aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu. Anak-anak tersebut ikut demo dikarenakan ajakan yang menyebar cepat melalui media sosial.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020