Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sedang mengembangkan alat untuk mengukur kadar antibodi spesifik COVID-19 yang ada dalam darah pasien.

"Sebagai produk tambahan dari plasma konvalesen saat ini Lembaga Eijkman sedang mengembangkan alat untuk mengukur kadar antibodi spesifik COVID-19 yang ada dalam darah pasien, utamanya memang untuk mengukur pertama kualitas dari plasma darah yang diberikan oleh donor," kata Menristek Bambang dalam konferensi pers virtual tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi COVID-19, Jakarta, Selasa.

Menristek Bambang menuturkan alat itu juga nantinya bisa dipergunakan setelah vaksinasi untuk mengecek apakah dari vaksin yang diberikan muncul daya tahan tubuh yang cukup tinggi dan diperkirakan berapa lama imunitas itu bisa bertahan sehingga bisa mendorong upaya perencanaan vaksin di masa akan datang.

Di samping itu, sudah dilakukan uji klinik fase 1 untuk terapi plasma konvalesen di dalam penanganan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.

Dari hasil uji klinik fase 1 tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi itu aman dan tidak ada efek samping yang membahayakan. Terapi itu akan lebih baik jika diberikan ketika pasien dalam kondisi klinis sedang bukan dalam kondisi berat.

Uji klinik tahap 2 untuk terapi plasma konvalesen akan dilakukan di lebih banyak rumah sakit. Saat ini, 29 rumah sakit diperkirakan akan melakukan uji tersebut.

Dalam pemaparannya, Menristek Bambang juga mengatakan dari berbagai platform pengembangan vaksin Merah Putih saat ini perkembangan yang paling cepat datang dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Universitas Indonesia.

"Diperkirakan yang bisa paling cepat artinya awal tahun depan sudah bisa diserahkan bibit vaksinnya ke Bio Farma itu adalah yang dari Eijkman dan dari Universitas Indonesia karena tahapannya sudah mendekati atau sudah masuk ke tahap uji hewan," kata Menteri Bambang.

Ada enam lembaga yang mengembangkan vaksin Merah Putih untuk COVID-19 yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dengan platform protein rekombinan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan protein rekombinan fusi, Universitas Indonesia dengan platform DNA, mRNA dan virus-like particles.

Kemudian, Institut Teknologi Bandung menggunakan platform adenovirus. Universitas Airlangga univ menggunakan platform adenovirus dan adeno-associated virus (AVV). Universitas Gadjah Mada mengembangkan vaksin dengan paltform protein rekombinan.

Baca juga: Menristek: Vaksin COVID-19 harus memiliki tingkat kemanjuran tinggi

Menristek Bambang berharap enam lembaga tersebut bisa berhasil mengembangkan vaksin dengan memenuhi syarat utama terkait keamanan dan kemanjuran vaksin.

"Aman dan manjur karena itu paling penting dari vaksin di samping tentunya kita berharap vaksin ini bisa segera dikembangkan dalam waktu yang relatif cepat," ujar Menristek Bambang.

Lembaga Eijkman menargetkan untuk dapat menyerahkan bibit vaksin Merah putih kepada Bio Farma pada Januari 2021. Kemudian Bio Farma akan melakukan upscaling, uji praklinik dan uji klinik kandidat vaksin tersebut,

"Harapannya kalau semuanya lancar mudah-mudahan paling cepat triwulan 3 2021 vaksin Merah Putih sudah bisa tersedia untuk dalam jumlah besar dan mulai bisa divaksinasi karena bagaimanapun kita harus mengikuti semua protokol mengenai vaksin ini secara disiplin dan tepat," ujar Menteri Bambang.

Menristek Bambang mengatakan pihaknya sudah menganggarkan sebanyak lebih dari Rp10 miliar untuk riset bibit vaksin Merah Putih skala laboratorium kepada Lembaga Eijkman.

Pihaknya juga akan memberikan dukungan kepada lembaga penelitian lain yang mengembangkan vaksin Merah Putih

"Kami akan mengecek masing-masing berapa yang dibutuhkan tapi perkiraan tidak akan berbeda jauh dengan yang Eijkman," ujar Menristek Bambang.

Baca juga: Menteri: 180 juta orang perlu vaksin COVID-19 untuk kekebalan populasi

Jika nanti diperlukan dukungan anggaran untuk uji klinik kandidat vaksin, maka mungkin bisa sekitar Rp30-40 miliar dan tentunya itu harus dikalikan dengan jumlah pengembangan vaksin yang sudah masuk ke tahapan uji klinis.

"Intinya anggaran sudah kami 'secure' (amankan) kami rencanakan dan juga kami siapkan baik untuk tahun 2020 maupun untuk tahun depan," tutur Menristek Bambang.

Vaksin Merah Putih adalah vaksin yang berbasis virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang bersirkulasi atau bertransmisi di Indonesia dan yang bibit vaksinnya dihasilkan oleh peneliti bangsa Indonesia dan tentunya ditujukan utamanya untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Dan untuk memperkuat akurasi dari vaksin tersebut, lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi Indonesia terus melakukan pengurutan genom virus menyeluruh atau "whole genom sequencing" untuk mempelajari karakter virus yang bertransmisi di Indonesia.

Saat ini, sebanyak 114 hasil pengurutan genom virus menyeluruh telah dikumpulkan Indonesia kepada GISAID, yang merupakan bank data dari virus influenza di dunia dan mengelola data virus SARS-CoV-2 secara global.

Baca juga: Konsorsium Kemristek hasilkan lebih 61 produk inovasi tangani COVID-19
Baca juga: Menristek akan bentuk konsorsium industri vaksin COVID-19
Baca juga: Menristek: Kemungkinan perlu vaksinasi ulang COVID-19

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020