Tanjungpinang (ANTARA News) - Sebanyak 12 orang nelayan asal Pangkalan Barandan, Sumatra Utara dideportasi Pemerintah Malaysia melalui pelabuhan internasional Sri Bintan Pura Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis.

Nelayan tersebut tergabung dalam 160 orang TKI/WNI bermasalah yang dideportasi (diusir) ke Indonesia dengan menggunakan kapal feri Baruna Line dan tiba di Tanjungpinang sekitar pukul 18.00 WIB.

"Kami bukan TKI, kami adalah nelayan dari Pangkalan Brandan, Sumatra Utara yang ditangkap pihak Malaysia, dan telah selesai menjalani masa hukuman," ujar Misnan, seorang dari ratusan TKI/WNI bermasalah saat ditanya ANTARA.

Misnan yang berada paling belakang bersama beberapa orang temannya saat menunggu mobil yang membawa ke penampungan sementara TKI/WNI di Tanjungpinang mengatakan, bersama 11 orang nelayan lain ditangkap aparat Malaysia sekitar enam bulan yang lalu.

"Saya tidak ingat persisnya kapan. Namun, kami sudah dipenjara di Kedah, Malaysia sekitar enam bulan," kata Misnan.

Dia ditangkap ketika pergi melaut bersama 11 orang temannya dengan menggunakan tiga kapal kayu kecil dan kehilangan arah saat cuaca buruk di tengah laut.

"Kami tidak tahu kalau sudah berada di perairan Malaysia dan terkejut saat polisi perairan Malaysia menangkap kami," ujarnya.

Nelayan lain, Yudi mengatakan, kapal itu tidak dilengkapi alat navigasi dan dihantam gelombang saat cuaca buruk.

"Kami nelayan tradisional dan tidak memiliki alat navigasi, sehingga kami tidak tahu sudah berada di perairan Malaysia," ujarnya.

Sementara koordinator Satgas TKI/WNI bermasalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Tanjungpinang, Kamal mengatakan tidak mengetahui kalau ada sebanyak 12 orang nelayan asal Pangkalan Brandan yang tergabung dalam 160 orang TKI/WNI bermasalah yang dideportasi Malaysia itu.

"Kami hanya menerima jumlah total TKI/WNI bermasalah yang dipulangkan dari Malaysia, data mereka kami belum pegang," ujar Kamal yang menjemput TKI/WNI bermasalah tersebut di pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang. (NP/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010