Jakarta (ANTARA) - Meski jumlah orang yang terkonfirmasi positif terinfeksi "Coronavirus Disease 2019" atau COVID-19 di Indonesia bertambah setiap hari, namun seiring itu angka kesembuhan juga terus meningkat.

Angka-angka kasus baru yang diumumkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 setiap sore menunjukkan pertambahan yang fluktuatif. Kadang naik, kadang turun tetapi secara kumulatif beranjak meningkat.

Simak data yang diumumkan Satgas Penanganan COVID-19 pada Kamis (1/10) tercatat jumlah kasus baru 4.174 orang, Jumat (2/10) sebanyak 4.317 orang, Sabtu (3/10) sekitar 4.007 orang, Minggu (4/10) tembus 3.992 orang, Senin (5/10) mencapai 3.622 orang, Selasa (6/10) terdapat 4.056 orang dan Rabu (7/10) sebanyak 4.538 orang.

Selanjutnya, Kamis (8/10) tercatat 4.850 orang, Jumat (9/10) sebanyak 4.094 orang, Sabtu (10/10) mencapai 4.294 orang, Ahad (11/10) tembus 4.497 orang, Senin (12/10) terdapat 3.267 orang, Selasa (13/10) sekitar 3.906 orang, Rabu (14/10) meningkat 4.127 orang, Kamis (15/10) naik menjadi 4.411 orang dan Jumat (16/10) mencapai 4.301 orang.

Kemudian Sabtu (17/10) sebanyak 4.301 orang, Ahad (18/10) tercatat 4.105 orang, Senin (19/10) menjadi 3.373 orang, Selasa (20/10) sekitar 3.602 orang dan Rabu (21/10) tembus 4.267 orang.

Dari angka itu, grafik dan kurva perkembangan penyebaran COVID-19 secara umum terus naik. Saat diumumkan pertama kali 2 Maret masih dua pasien, namun pada 21 Oktober 2020 sudah mencapai 373.109 kasus.

Jumlah tersebut menunjukkan sebanyak 297.509 pasien atau sebagian besar telah sembuh. Sebanyak 62.743 masih dirawat di rumah sakit maupun isolasi di hotel dan rumah sendiri.

Namun harus diakui bahwa hingga 21 Oktober, terdapat 12.857 pasien meninggal dunia. Dari sebarannya, COVID-19 telah menjangkau 34 provinsi di Tanah Air yang mencakup 501 kabupaten dan kota.

Baca juga: "Kampung Tangguh" untuk menangkal COVID-19 dengan kearifan lokal
Baca juga: Bamsoet: Antisipasi kenaikan kasus COVID-19 saat libur panjang


Turun
Hingga Rabu, data kumulatif kasus positif COVID-19 tertinggi secara domestik terjadi di DKI Jakarta dengan 97.217 kasus diikuti oleh Jawa Timur 49.801 kasus. Lalu Jawa Barat 31.907 kasus, Jawa Tengah (30.218 kasus) dan Sulawesi Selatan (17.690 kasus).

Pasien sembuh paling banyak dilaporkan di DKI Jakarta sebanyak 82.085 orang, Jawa Timur (43.671), Jawa Tengah (24.704), Jawa Barat (21.371) dan Sulawesi Selatan (15.322).

Sedangkan total kematian paling banyak terjadi di Jawa Timur yakni 3.606 jiwa, diikuti oleh DKI Jakarta 2.089 jiwa, Jawa Tengah (1.620 jiwa), Jawa Barat (616 jiwa), Sumatera Utara (509 jiwa) dan Kalimantan Selatan (459 jiwa).

Meski angka harian masih menunjukkan kenaikan, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mencatat kasus aktif COVID-19 menurun 6,7 persen dari 23,6 persen pada 20 September menjadi 16,93 persen, 20 Oktober 2020.

"Itu sebuah prestasi yang sangat luar biasa," kata Doni Monardo dalam diskusi yang disiarkan televisi di Jakarta, Selasa malam.
Seorang karyawan keluar dari laboratorium mini usai menjalani tes usap antigen di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Jumat (16/10/2020). Layanan laboratorium mini tes usap antigen yang menyasar pegawai BPKP, auditor, dan tamu pimpinan BPKP tersebut bertujuan meningkatkan perlindungan terhadap pegawai dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.

Selain kasus aktif turun, angka kesembuhan per 20 Oktober juga mencapai 79,61 persen, meningkat tujuh persen dibandingkan tingkat kesembuhan 72,5 persen pada 20 September 2020. Hal itu juga dinilai sebagai sebuah "prestasi" yang sangat membanggakan bagi upaya pemerintah untuk mengendalikan pandemi COVID-19.

Tetapi memang harus diakui bahwa angka kematian masih di atas angka global, yaitu mencapai 3,45 persen. Sementara angka global adalah 2,85 persen.

Meski demikian, Doni menekankan bahwa pada awal wabah ini, angka kematian Indonesia mendekati 9,8 persen.

"Alhamdulillah hari ini telah turun sangat pesat sekali dan mudah-mudahan para dokter kita semakin terampil, semakin terlatih, semakin memiliki pengetahuan yang cukup sehingga bisa menyembuhkan pasien dengan lebih baik lagi," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut.

Baca juga: Pemerintah catat kasus aktif COVID-19 20 Oktober turun 6,7 persen
Baca juga: Dampak demo pada kasus COVID-19 terlihat dalam 2-4 pekan, sebut satgas


Risiko
Berdasarkan data, pasien dalam kondisi gejala ringan memiliki risiko kematian nol persen, sedangkan yang sembuh 100 persen. Tetapi ketika gejala menjadi sedang, maka risiko kematian mencapai 2,6 persen.

Kemudian ketika gejala meningkat menjadi berat risiko, kematiannya juga meningkat hingga mencapai 6-7 persen. Saat kondisi kritis, pasien tersebut berisiko meninggal hingga mencapai 67,5 persen.

Artinya, kalau semua bisa mengetahui gejala lebih awal dan ada intervensi dari semua pihak, termasuk pimpinan di daerah dan para kepala Puskesmas untuk mengingatkan masyarakat agar bersedia isolasi mandiri. Maka warga yang sakit bisa dipantau dan pasien yang tanpa gejala bisa pula disembuhkan.

Agar lebih baik dalam mengendalikan pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo meminta kepada Satgas Penanganan COVID-19 untuk meningkatkan kemampuan 3T, yaitu testing (pemeriksaan), tracing (penelusuran) dan treatment (pengobatan).

Saat ini tingkat pemeriksaan kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 82 persen dari yang ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Bahkan tingkat pemeriksaan di Indonesia masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain dalam hal pemeriksaan harian.

Meski demikian, pemeriksaan belum dilakukan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Ada provinsi dengan tingkat kemampuan yang sangat tinggi, tetapi ada juga beberapa provinsi lainnya yang masih jauh di bawah standar.

Untuk tingkat tracing atau penelusuran, Satgas COVID-19 juga telah berupaya melakukan peningkatan dengan cara memperbesar kemampuan petugas di Puskesmas. Orang yang memiliki kontak erat dengan pasien COVID-19 bisa langsung dilakukan pemeriksaan.

Demikian halnya dengan pengobatan yang terus-menerus ditingkatkan. Pemerintah tidak cukup hanya menyiapkan rumah sakit lapangan, termasuk rumah sakit darurat COVID-19 yang telah tersedia, namun harus menyiapkan juga sejumlah fasilitas hotel untuk orang yang diketahui positif COVID-19 tanpa gejala.

Ini semua demi memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan meningkatkan mutu kehidupan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Baca juga: Satgas COVID ingatkan lagi masyarakat hindari kerumunan, terapkan 3M
Baca juga: Tekan COVID, Satgas BUMN sebarkan 45.000 masker ke pasar hingga halte


Antisipasi
Pelayanan dan kesiapan tenaga kesehatan beserta rumah sakit diyakini berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan. Pencegahan yang terus dioptimalkan dan perbanyakan tempat isolasi mandiri juga telah mampu mengurangi kecenderungan pasien bergejala ringan dirawat di rumah sakit.

Ruang-ruang perawatan dan isolasi pasien di rumah sakit tersedia semakin memadai. Maka tidak akan terjadi penumpukan atau antrean di loket pendaftaran pasien.

Itulah sebabnya jumlah keterpakaian ruang isolasi dan ruang ICU rumah sakit rujukan COVID-19 rata-rata sudah di bawah 60 persen dari total kapasitas.

Jadi, kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar, kekhawatiran terjadinya penumpukan pasien di rumah sakit tidak lagi terjadi seperti sebelumnya karena sudah diantisipasi.

Dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu, penurunan tingkat keterpakaian tersebut karena penanganan pasien COVID-19 berdasarkan gejala. Karena itu, tidak seluruhnya yang terkonfirmasi positif dirawat di rumah sakit.
Pekerja membersihan kamar dengan disinfektan di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta, Jumat (5/6/2020). Sejumlah hotel di Yogyakarta telah menyiapkan fasilitas dengan protokol kesehatan COVID-19 sebagai salah satu bentuk kesiapan menyambut tatanan normal baru. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pras)

Isolasi untuk yang gejala ringan sudah di asrama isolasi dan di hotel. Kini sudah dipilah mana yang layak dirawat di rumah sakit dan mana yang bisa isolasi mandiri.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan penekanan kepada seluruh pihak untuk terus memantau perkembangan kasus baru. Selain itu, pengetesan, pelacakan dan perawatan, serta penanganan pasien berdasarkan gejala.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan telah membentuk Tim Task Force COVID-19 (TFC-19). Tim telah dikirim ke-12 provinsi prioritas penanganan COVID-19 untuk meninjau di lapangan dan evaluasi penanganan COVID-19 di daerah.

Tim TFC-19 memeriksa penanganan COVID-19 di daerah. Mulai dari sarana dan prasarana fasilitas kesehatan seperti ruang isolasi dan ruang ICU, pengecekan laboratorium hingga pendampingan penanganan COVID-19 bagi tenaga kesehatan di daerah.

Penanganan COVID-19 di daerah harus sama atau terstandar dengan langkah pemerintah pusat. Hal itu dilakukan dalam rangka penurunan angka kasus baru, penurunan angka kematian dan peningkatan angka kesembuhan pasien akibat COVID-19.

Dengan langkah itu dan pengerahan seluruh sumber daya yang dimiliki bangsa ini, diyakini "pagebluk" ini mampu segera diatasi. Kecepatan penanganannya sedang diuji dengan penyebaran virus yang bermula dari Wuhan, China tersebut.

Seperti diuraikan dalam "Buku Laporan Tahunan 2020, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf: Bangkit Untuk Indonesia Maju" yang diterbitkan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) bahwa "Pemerintah bergerak cepat berkejaran dengan sebaran COVID-19".
Baca juga: Kemenkes: Ruang isolasi RS rujukan COVID-19 se-Indonesia masih memadai
Baca juga: Kapasitas ruang isolasi dan ICU COVID-19 Jakbar di atas 65 persen

Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2020