Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat pesisir pantai utara (Pantura) Jawa sudah sejak lama akrab dengan kemiskinan.Bahkan, mereka agaknya memahami bahwa kemiskinan ibarat label yang biasa disandang.

Kini ancaman kemiskinan masyarakat di Pantura semakin serius bersamaan semakin parahnya kondisi ekosistem pesisir pantai Pantura akibat arahnya hutan mangrove dan semakin melimpahnya limbah industri di perairan tersebut.

Menurut survei Kementerian Kelautan dan Perikanan, abrasi pesisir pantai terparah terjadi di Pulau Jawa. Abrasi telah mengikis 10 meter dari bibir pantai dan hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung biota laut dan tempat peminjahan ikan sudah hampir punah. Kerusakan Mangove di Pantura telah mencapai sekitar 67 persen.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad mengatakan hal tersebut pada acara pemberian bantuan 100 ribu bibit mangrove dan dimulainya penanaman pohon mangrove di Pantai Depok Pekalongan Jawa Tengah akhir pekan lalu.

"Pesisir pantai di Pulau Jawa yang panjangnya 500 km lebih itu, kini sekitar 67 persen hutan mangrovenya mengalami kerusakan cukup parah terutama di pesisir pantai utara. Akibatnya kehidupan biota laut terancam punah dan ikan-ikan menjauh ke lepas pantai sehingga tidak terjangkau oleh nelayan kecil," katanya.

Menurut dia, kalau ini dibiarkan terus, tidak ada upaya perbaikan lingkungan oleh pemerintah dan masyarakat sendiri, maka akan berdampak buruk terhadap perekonomian keluarga nelayan di daerah tersebut.

Ancaman kemiskinan serius masyarakat nelayan pesisir pantai itu juga ditegaskan oleh Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo di Pekalongan.

"Nelayan di Pantura Jawa Tengah dari ke hari pendapatan semakin mengecil. Yang dulu sekali melaut hasilnya bisa untuk makan seminggu kini hanya untuk makan sehari," kata Bibit.

Ia mengakui ikan-ikan di laut Jawa ini sudah menjauh ke lepas pantai yang susah dijangkau oleh para nelayan dengan perahu kecil di samping itu juga seringnya gelombang tinggi terjadi di pantai sehingga para nelayan ini takut melaut.

Ancaman kemiskinan nelayan saat ini bukan hanya akibat masalah penghijauan pantai saja, tetapi masalah perubahan iklim di mana gelombang tinggi yang selalu menghantui para nelayan juga sering terjadi.

Di Jawa Tengah yang wilayah pantainya sepanjang 325 km atau lebih 50 persen panjang pantai Pantai Jawa sungguh mengkhawatirkan jika ini dibiarkan terus terjadi. "Sebelah barat Kabupaten Brebes dan Timur hingga Kabupaten Rembang pesisir pantainya rusak berat akibat sampah dan limbah pabrik. Begitu juga pantai selatan Jawa Tengah, hutan mangrove hanya terdapat di daerah Segara Anakan di Kabupaten Cilacap," kata Gubenur Jateng.

Untuk pesisr pantai selatan Jawa Tengah, katanya, selain di daerah Segara Anakan pohon mangrove tidak bisa tumbuh karena selain tanahnya mengandung pasir juga ombaknya yang besar sehingga mangrove susah tumbuh.

Menurut dia, ada tiga permasalahan yang masih sulit dipecahkan untuk menghijaukan kembali pesisir, yakni pencemaran limbah industri di Jawa Tengah yang terus mengalir ke laut saat ini, kedua kurang sadarnya masyarakat tentang pentingnya memelihara lingkungan di pesisir pantai, dan ketiga adanya tambak garam yang memerlukan daerah terbuka.

Untuk di daerah Pekalongan permasalahan terberat adalah pencemaran industri batik yang zat pewarnanya langsung dialirkan sungai yang akhirnya masuk ke laut sehingga biota laut di daerah Pekalongan secara perlahan-lahan tidak bisa berkembang dan mati. Sedangkan untuk industri garam yang kebanyakan digarap oleh masyarakat Jawa Tengah di sebelah timur di daerah Rembang tidak mungkin ditutup, karena daerah tersebut adalah penyuplai garam yang tergolong besar di Indonesia.

Keberadaan hutan mangrove di daerah Segara Anakan Kabupaten Cilacap kini juga sudah terancam punah karena sudah banyak ditebangi sebagai bahan baku arang dan kayu bakar.

Ketiga permasalah tersebut, menurut Bibit akar permasalahannya adalah kurangnya partisipasi aktif dan kesadaran penuh seluruh lapisan masyarakat untuk melestarikan lingkungan. Oleh karena itu upaya penghijauan kembali pantai ini harus dibarengi dengan kesadaran penuh masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan bersama.

"Bisa saja saat ini masyarakat pesisir pantai di Jawa Tengah menerima bantuan ratusan juta pohon, dan terus ditanam tapi kalau masyarakatnya sendiri tidak merawatnya akan mati. Karena itu, dalam hal ini yang penting adalah kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan," katanya .



Sepuluh juta Bibit Mangrove

Memang untuk mengakhir penderitaaan kemiskinan yang dialami sederetan masyarakat pesisir saat ini tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat."Paling tidak anak cucu kita yang akan menikmati dari hasil tanaman mangrove tersebut," kata Menteri Fadel.

Ia mengatakan, jika saat ini mulai ditanam pohon mangrove maka 12 tahun lagi wilayah pesisir di Pantura ini akan pulih kembali. Hal itu terwujud jika didukung oleh masyarakat dengan menjaga mangrove yang telah ditanam.

Menurut Fadel penanganan pelestarian mangove selama ini dilakukan, dengan inventarisasi daerah rawan kerusakan, penanaman bibit mangrove dan menyadarkan masyarakat pesisir.

Pantura memerlukan penanaman sebanyak 10 juta bibit mangrove yang akan dapat memperbaiki kondisi ekosistem laut. Untuk mendukung pengadaan 10 juta bibit mangrove tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada APBNP 2010 mengalokasikan dana sebesar Rp325 miliar. Pengalokasian dana sebesar tersebut menunjukkan bahwa komitmen pemerintah terhadap penanganan tersebut sangat serius.

Lebih lanjut menteri Fadel menjelaskan bahwa keberadaan ekosistem mangrove dinilai sangat penting selain berfungsi sebagai tempat pemijahan biota laut juga memiliki fungsi sebagai penyerap polutan, pelindung pantai, dan meredam ombak serta menahan sedimen.

Menurut hasil survei Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini Indonesia memiliki potensi sumber daya mangrove seluas 9,36 juta ha dimana 3,7 juta ha tersebar dalam kawasan hutan, 5,6 juta ha lainnya terdapat di luar kawasan hutan.

Namun dari jumlah tersebut saat ini kerusakan mencapai 70 persen, 48 persen atau seluas 4,51 juta dalam kondisi rusak sedang dan 23 persen atau 2,15 juta ha dalam kondisi rusak.

Berbagai kebijaksanaan pemerintah untuk membantu kesejahteraan nelayan yang sudah diluncurkan perlu mendapat dukungan penuh dari pemerintah maupun DPR.

Ketua Komisi IV Ahmad Muquon berjanji akan terus mengawal kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk kesejahteraan nelayan. Berbagai undang-undang dan peraturan yang selama ini dikeluhkan oleh para nelayan akan segera direvisi.

Menurut dia, untuk menyejahterakan nelayan subsidi BBM nelayan hendaknya dapat dilaksanakan, seperti dilakukan oleh pemerintah terhadap para petani dengan subsidi pupuk.

Untuk melakukan upaya kesejahteraan nelayan dalam waktu dekat hendaknya, kata Fadel dapat dilakukan dengan pengalihan dari nelayan tangkap dijadikan nelayan yang membudidayakan perikanan.

Dalam budidaya satu induk ikan dapat menghasilkan ribuan anak ikan dalam waktu singkat, tetapi nelayan tangkap satu induk ditangkap dan dijual sehingga kalau induknya ini sering ditangkap maka lama kelamaan akan habis ikan di pantai.

Oleh karena itu, Fadel mengharapkan , para nelayan kecil ini hendaknya diberikan lahan tambak sehingga jumlah nelayan tangkap akan berkurang. Bahkan jika ikan di laut semakin berkurang maka pemerintah akan menyebar benih ikan hasil budidaya para nelayan untuk dilepas ke laut.

Pemerintah tahun ini telah menyediakan 4000 mesin pembuat pakan ikan dari ampas kelapa sawit yang nantinya akan menghasilkan pakan ikan yang harganya murah, untuk kebutuhan nelayan budidaya.

Jika hal tersebut dilakukan bersamaan antara perluasan tambak dengan penghijauan mangrove maka dapat mengatasi kemiskinan nelayan di masa depan. Upaya budidaya merupakan langkah cepat, praktis, murah dan menguntungkan. Sedangkan penanaman mangrove selain menguntungkan perekonomian keluarga nelayan juga berdampak positif terhadap pencegahan pencemaran laut.
(T.S006/T010/P003)

Oleh Oleh Setiyono
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010