peserta program ini memiliki kompetensi pribadi mengenai literasi digital
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud menjalin kerja sama dengan Maarif Institute for Culture and Humanity dalam bidang literasi media.

"Kerja sama ini memiliki ruang lingkup pelatihan literasi media bagi mahasiswa dan dosen, sosialisasi pelatihan literasi media, serta monitoring dan evaluasi pelatihan literasi media," ujar Sekretaris Ditjen Dikti Kemendikbud, Paristiyanti Nurwardani, usai penandatanganan kerja sama di Jakarta, Jumat.

Literasi media merupakan kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan merekonstruksi citra di media. Maka, mahasiswa dan dosen dianggap menjadi kelompok yang dapat meningkatkan literasi media.

Melalui kerja sama itu, kata Paris, diharapkan dapat dilaksanakan dengan perencanaan yang baik, menerapkan "win-win solution" antara Ditjen Dikti dengan Maarif Institute, melakukan implementasi, monitoring, dan evaluasi untuk keberlanjutan serta perbaikan yang terstruktur agar kegiatan kerja sama di masa yang akan datang jauh lebih baik.

"Kami titipkan kepada Maarif Institute sebanyak 287.000 dosen dan 8 juta mahasiswa untuk diberikan literasi tentang media dan agar dapat mempercepat transformasi pendidikan tinggi untuk meningkatkan transformasit ekonomi. Sesuai dengan tagline dari Ditjen Dikti yaitu Kampus Merdeka Indonesia Jaya, dimana diharapkan hal tersebut dapat dilakukan bersama-sama," tambah dia.

Staf Khusus Mendikbud, Dei Sudarmo, menyampaikan apresiasi dan rasa bangga yang luar biasa karena terciptanya kerja sama antara Ditjen Dikti dengan Maarif Institute.

"Hal ini merupakan milestone kerja sama dan sinergi antara Ditjen Dikti dengan Maarif Institute. Atas pencapaian ini, diharapkan kita dapat bekerja lebih erat lagi," kata Dei.

Direktur Program Maarif Institute, Khelmy menyampaikan permasalahan literasi media yang terjadi saat ini diakibatkan oleh kurangnya informasi dan solusi yang tersedia, sehingga tantangan hoaks semakin komplek sementara belum ada panduan kurikulum dan materi yang tersedia pun belum memadai.

Selain itu, sebagian besar literasi media disajikan dalam bentuk kelas yang berdampak pada keterbatasan masyarakat untuk mengakses materi-materi tersebut. Hal ini juga diperburuk dengan peningkatan konsumsi konten internet yang negatif, dan tidak diiringi dengan literasi digital atau literasi informasi.

Baca juga: Akademisi memainkan peran penting bagi pendidikan literasi media

Baca juga: Membekali milenial menghadapi risiko ruang "online"

Khelmy menyampaikan melalui kerja sama program Tular Nalar, Maarif Institute berharap dapat menularkan nalar yang baik dan meningkatkan literasi digital di masyarakat.

Program itu ditujukan kepada 26.700 guru, dosen, dan mahasiswa calon guru dalam bentuk daring dan luring selama 1,5 tahun dimana para peserta program diberikan materi pelajaran terkait pemikiran kritis dan literasi media berupa seminar, pelatihan, talkshow radio, video, modul, assessment, serta platform pembelajaran yang dapat diakses secara gratis.

Program ini yang nantinya akan Maarif Institute kombinasikan dengan Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) yang sudah dimiliki oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan akan berjalan di 23 kota, katanya. 

"Harapannya, peserta program ini memiliki kompetensi pribadi mengenai literasi digital, bisa merespon situasi dan hoaks, dan terakhir memiliki suatu ketahanan yang luar biasa terhadap dirinya atau bahkan bisa berdampak pada lingkungan sekitarnya atau menjadi agen perubahan," kata Khelmy.


Baca juga: Pakar: Rendahnya literasi media memudahkan penyebaran komunikasi sesat

Baca juga: Legislator: Medsos bagaikan pisau bermata dua

 

Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020