Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah orang yang mengaku simpatisan PDIP menuntut partai tidak melindungi kadernya yang diduga menjadi koruptor, seperti mereka yang diduga terlibat kasus pemilihan deputi senior gubernur BI pada 2004.

"Seharusnya PDIP bisa membuktikan kepada rakyat bahwa PDIP bisa menjadi contoh dalam penegakan hukum di Indonesia yakni dengan tidak melindungi para kadernya yang diduga terlibat tersebut," kata Koordinator Komunikasi Rakyat Cinta PDIP, Dedi Damudi saat melakukan unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu siang.

Dedi memintai agar PDIP justru mendorong para kadernya untuk bersikap ksatria dan berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Momentum kongres PDIP di Bali bulan April nanti seharusnya para pengurus DPP PDIP yang baru bisa membersihkan struktur kepengurusan partai dari kader-kader yang diduga bermasalah dengan hukum," katanya.

Dedi mengatakan, jika para koruptor tersebut tetap berada di partai maka citra partai akan terpuruk dan partai akan hancur. Sebaliknya, jika partai bersih dari para koruptor maka citra partai akan baik.

Dedi mengatakan, tempat para koruptor adalah di penjara dan bukannya di PDIP. Ia juga meminta agar KPK menangkap para penerima cek pelawat tersebut.

Diberitakan, beberapa anggota DPR maupun mantan anggota DPR dari PDIP diduga terlibat dalam kasus cek pelawat dalam pemilihan pejabat bank sentral pada 2004. PT First Mujur Plantation & Industry diduga sebagai pembeli 480 cek pelayat yang dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004.

Berdasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK dalam sidang dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod, para politisi PDI Perjuangan yang diduga menerima cek pelawat adalah Williem Tutuarima, Agus Condro Prayitno, Muh. Iqbal, Budiningsih, Poltak Sitorus, Aberson M. Sihaloho, Rusman Lumban Toruan, Max Moein, Jeffrey Tongas Lumban Batu, Engelina A. Pattiasina, Suratal, Ni Luh Mariani Tirtasari, dan Soewarno. Mereka diduga menerima cek senilai Rp500 juta per orang.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan lainnya menerima jumlah yang berbeda, yaitu Sukardjo Hardjosoewirjo (Rp200 juta), Izedrik Emir Moeis (Rp200 juta), Matheos Pormes (Rp350 juta), Sutanto Pranoto (Rp600 juta), dan Panda Nababan yang menerima jumlah paling banyak, yaitu Rp1,45 miliar.

(Ant/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010