Suasana sepi stadion San Siro, Milan, jelang pertandingan Seri A Liga Italia antara AC Milan vs Genoa, Minggu (8/3/2020). Sejumlah pertandingan Liga Italia pada pekan ini dimainkan tanpa penonton terkait merebaknya virus corona di Italia. ANTARA FOTO/REUTERS/Daniele Mascolo/pras.

Bagai stand-up comedy

Atlet tak saja ingin bertanding, bertarung dan berlomba demi menjadi yang terbaik. Mereka juga ingin menyenangkan mereka yang menontonnya, para penggemar yang tak henti bernyanyi dan bersorak menyemangati mereka.

Kini semua riuh rendah itu sirna diusir pandemi virus corona.

Untuk sebagian atlet keadaan seperti itu tak terlalu berpengaruh, tetapi tidak untuk sebagian lainnya. Kekalahan-kekalahan menggelikan sekaligus mengejutkan di liga-liga sepak bola elite Eropa adalah salah satu buktinya.

Baca juga: Pandemi dan wajah sepak bola kemudian

Para psikolog olahraga meyakini ketiadaan penonton di dalam stadion telah mempengaruhi fokus, upaya dan bahkan merusak strategi bermain atlet.

"Ini seperti stand-up comedy di depan kamera, bukan di depan penonton langsung," kata Dan Weigand, mantan editor Journal of Applied Sport Psychology.

Menurut para ahli psikologi, antara atlet dan penonton itu ada konsep yang disebut "fasilitasi sosial", yakni perasaan dalam diri manusia untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya pada saat mereka disaksikan orang lain, apalagi kerumunan seperti pertandingan sepak bola, rugby, kriket dan sejenisnya.

Para ahli psikologi meyakini fasilitasi sosial ini memicu terjadinya perubahan-perubahan psikologis pada diri manusia.

"Telapak tangan berkeringat, detak jantung naik, adrenalin terpacu. Para pemain pun mendapatkan suntikan energi dan itu jelas terjadi," kata Kay Porter, pelatih persiapan mental di Oregon, tentang efek kerumunan besar manusia di arena ketika atlet bertanding.

Kehadiran langsung dan sorak sorai langsung penonton bisa menciptakan hasil yang bermacam-macam.

Baca juga: Sebelum ada vaksin stadion Belanda tak boleh dimasuki penonton
Baca juga: Swedia tunda perbanyak penonton di stadion karena kasus infeksi naik


Bagi sejumlah atlet, sorak sorai penonton memacu adrenalin mereka, memicu keluarnya kekuatan, mendorong energi ekstra mereka tumpah, dan bahkan mempertajam fokus saat berlaga. Bahkan, ejekan pun bisa menjadi motivasi.

Tetapi hingar bingar penonton bisa kontraproduktif untuk cabang-cabang olahraga yang menuntut kecakapan dan keterampilan motorik.

Hingar bingar bisa meningkatkan produksi kortisol yang merupakan hormon utama pemicu stres. Dan ketika itu terjadi otot-otot jadi mengencang.

Namun ketika elemen hingar bingar ini dikurangi dan apa lagi tidak ada, penampilan atlet di lapangan pertandingan pun terpengaruh. Penampilan mereka bisa saja menjadi buruk dan tidak bersemangat, seolah tidak bermotivasi.

Baca juga: FA dan operator liga terus desak perizinan penonton ke stadion

"Ada hubungan yang kuat antara sistem motorik kita dengan sistem pendengaran kita," kata Laurie Heller, profesor ilmu kognitif pada Universitas Carnegie Mellon. "Bising yang dihasilkan kerumunan dapat memicu tekanan dan itu membuat kortisol kita sedikit lebih tinggi."

Untuk cabang-cabang olah raga tertentu seperti golf di mana konsentrasi di lapangan adalah segalanya sampai-sampai suara siulan pun bakal mengganggu permainan, ketidaan penonton malah dianggap bagus oleh sebagian pegolf.

Tetapi pegolf-pegolf seperti Jordan Spieth dan Zach Johnson justru beranggapan ketiadaan penonton menghilangkan sebagian aspek pendorong dan pelecut untuk mengerahkan yang terbaik dari mereka di lapangan.

"Ganjil," kata Johnson tentang menghilangnya kerumunan penonton di arena golf.

Selanjutnya mempengaruhi penampilan

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2020