Jadi kita persuasif halau mereka, jadi mereka mundur tanpa gas air mata, kita dorong sampai pulang ke rumah masing-masing
Jakarta (ANTARA) - Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengaku menggunakan cara persuasif dan humanis untuk membubarkan massa aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja pada tanggal 20 Oktober di Istana Merdeka.

"Saya sampaikan kepada anggota, TNI berasal dari rakyat, mereka (massa aksi) bukan lawan kita, gimana caranya kondusif, persuasif, dan humanis, kalau dijelaskan dengan baik dan bagus jadi kodusif akhirnya, ini kita lakukan bersama teman-teman polisi," kata Mayjen Dudung di Wisma ANTARA, Selasa.

Baca juga: Kodam Jaya optimalkan satgas di pasar untuk dukung pemulihan ekonomi

Dudung menyebutkan, dari hasil penelusurannya dan laporan yang diterimanya dari intel, bahwa kebanyakan massa aksi yang berunjuk rasa tidak paham dengan isi UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Pada saat itu, lanjut Dudung, pihaknya menyediakan selebaran berisi rangkuman tentang UU Cipta Kerja untuk dibagikan kepada pengunjuk rasa.

"Memang dari beberapa kali demo, saya sikapi dan kemudian saya terima langsung informasi dari intel Kepolisian dan beberapa orang yang ditangkap Kepolisian. Saya tanyakan ke mereka rupanya enggak semuanya demonstran paham Omnibus Law, ada yang digerakkan pihak tertentu bahkan mahasiswa dan buruh pun enggak paham," ungkap Dudung.

Baca juga: Pangdam Jaya: Kesehatan anggota harus dijaga selama pandemi

Menurut Dudung, setelah pihaknya memberikan rangkuman isi UU Cipta Kerja, akhirnya massa aksi paham dan bersedia untuk membubarkan diri.

Dudung menyayangkan kondisi tersebut, karena ketidakpahaman atau ketidaktahuannya, massa aksi yang berunjukrasa dilibatkan dalam aksi-aksi yang berujung anarkis.

"Dari ketidakpahaman mereka itu, saya sayangkan masyarakat yang paham dan tidak tahu yang akhirnya melakukan kegiatan-kegiatan anarkis," kata Dudung.

Baca juga: 6.000 personel Kodam Jaya amankan aksi di kawasan Istana Merdeka

Dudung menyebutkan, setelah mempelajari demo mahasiswa pada tanggal 20 Oktober lalu, mahasiswa telah menyampaikan mereka melakukan aksi damai, tapi pihaknya melihat ada pihak-pihak tertentu yang ikut dalam aksi, dan mengendus ada kelompok Anarko mulai masuk.

Untuk mencegah kericuhan, lanjut Dudung, dirinya berkoordinasi dengan Kapolda Metro Jaya agar bisa diantisipasi tanpa penggunaan gas air mata. TNI lalu menurunkan pasukan marinir mengawal massa aksi membubarkan diri.

"Jadi kita persuasif halau mereka, jadi mereka mundur tanpa gas air mata, kita dorong sampai pulang ke rumah masing-masing," kata Dudung.

Untuk mengantisipasi demo tanggal 28 Oktober besok, Dudung mengatakan pihaknya sudah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerusuhan, termasuk pada demo lanjutan tanggal 2 November.

"Kita memang sudah bisa membaca petanya, yang teman-teman lakukan termasuk dari mahasiswa dan buruh, bahkan Anarko. Kita sudah antisipasi di mana akan ada penyekatan dan kemudian kalau nanti mereka hadir akan kita antisipasi untuk dilokalisir nanti akan ada pembinaan-pembinaan untuk menunjukan wawasan kebangsaan," kata Dudung.

Sebelumnya, Kodam Jaya mengerahkan sebanyak 6000 personel untuk melakukan penjagaan demo di kawasan Istana Merdeka yang rencananya dilakukan oleh elemen buruh dan mahasiswa pada tanggal 28 Oktober dan 2 November 2020.

Pewarta: Laily Rahmawaty/Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020