Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Muhamad Mardiono mengatakan pemerintah harus segera membuat terobosan-terobosan kebijakan seiring dengan sudah disahkan-nya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Pemerintah harus dapat mengambil terobosan-terobosan yang cepat dan tepat untuk meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat dari ancaman COVID-19 dan bagaimana masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Kedua hal penting ini mesti dapat dilakukan secara bersama-sama," ujar Mardiono, dalam pernyataannya, di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah ditandatangani Presiden Jokowi merupakan bagian dari program nawacita, revolusi mental, dan agenda reformasi birokrasi.

Omnibus Law UU Cipta Kerja, kata dia, juga sebagai upaya pemerintah untuk pemulihan perekonomian nasional di tengah pandemik COVID-19.

Baca juga: Kadin apresiasi penandatanganan UU Cipta Kerja oleh Presiden

Baca juga: Menkumham nilai UU Ciptaker lompatan besar majukan bangsa


Mardiono mencotohkan tentang sulitnya mengurus perizinan usaha sebelum adanya UU Cipta Kerja, kemudian angkatan kerja dan lapangan kerja juga tak berbanding lurus sehingga pengangguran akan terus bertambah jika pemerintah tidak membuat terobosan dengan menciptakan lapangan kerja baru.

Sebab, kata Mardiono, generasi milenial yang berusia 18-30 akan mencapai 50 persen lebih pada 2024.

Oleh karena itu, ia mengingatkan Indonesia membutuhkan banyak wirausaha baru untuk turut mendorong penguatan struktur ekonomi, mengingat saat ini rasio wirausaha di dalam negeri masih sekitar 3 persen dari total populasi penduduk.

"Bandingkan dengan Singapura saat ini yang sudah mencapai 7 persen ataupun Malaysia pada 5 persen sehingga program pemerintah harus terus dapat memacu pertumbuhan wirausaha yang produktif dan berdaya saing," ujarnya.

Mardiono yang telah menjalankan dunia usaha selama 39 tahun mengaku menghadapi kendala dalam mengurus perizinan usaha yang cukup rumit, misalnya, saat membangun hotel maka diperlukan 23 perizinan yang mesti diurus dan paling tidak memerlukan waktu 1-1,6 tahun untuk mengurus izinnya.

Di lain pihak, kata dia, untuk mengoptimalkan devisa sektor pariwisata yang dibangun maka diperlukan sarana, prasarana, dan infrastruktur yang baik yang tentunya juga akan menambah panjangnya administrasi perizinan.

Disebutkan Mardiono, investor asing dan dalam negeri seringkali menyampaikan keluhan karena rumitnya mengurus perizinan usaha, namun dengan adanya UU omnibus law itu melalui penyederhanaan perizinan diharapkan dunia usaha tumbuh cepat sehingga pada akhirnya dapat menciptakan lapangan kerja.

Baca juga: Presiden Joko Widodo tandatangani UU Cipta Kerja

Baca juga: Mensesneg akui ada kekeliruan teknis di UU Ciptaker


Bahkan, kata dia, pemerintah memberikan dukungan pada usaha rakyat dengan memberikan kemudahan akses pembiayaan, akses pasar, akses pengembangan usaha, akses perizinan, dan akses rantai pasok bagi UMKM sebagai proteksi untuk menggiatkan usaha masyarakat yang mandiri dan berdaya saing.

Dijelaskan Mardiono, UU Cipta kerja menuai polemik karena sebagian masyarakat mendapatkan informasi yang tidak akurat mengingat luasnya cakupan pembahasan dalam UU itu dengan 11 klaster pembahasan mulai dari penyederhanaan perizinan dan penguatan investasi, ketenagakerjaan, administrasi pemerintahan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, hingga pengembangan kawasan ekonomi.

Disinformasi itulah, kata dia, yang kemudian ditunggangi kepentingan tertentu untuk melakukan penolakan terhadap UU tersebut, sebab pemerintah tentunya tidak akan mengambil kebijakan yang memberatkan rakyatnya sendiri, terlebih Indonesia menganut sistem negara demokrasi.

"Saya yakinkan Omnibus Law UU Cipta Kerja itu menjadi sebuah keniscayaan dan ini tujuannya sangat baik bagi pemerintah untuk dapat lebih cepat menyejahterakan rakyat. Kalau ini tidak dilakukan maka kita akan semakin tertinggal, karena ada ribuan pasal dan ratusan UU yang tumpang tindih," tutur Mardiono.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020