pendekatan rehabilitasi sosial dalam menekan dampak penyalahgunaan napza
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial berkomitmen untuk memastikan ada kebijakan yang mendukung upaya menekan dampak buruk penyalahgunaan napza dibandingkan tindakan hukum.

"Perlu sosialisasi yang lebih intensif tentang dampak buruk bila menggunakan napza dibanding memperluas tindakan hukum dan perlu sistem pemantauan yang lebih ketat," kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Harry mengatakan hal tersebut pada pelatihan Konselor Adiksi Penanggulangan Korban Penyalahgunaan Napza (KPN) yang diselenggarakan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Padang.

Lebih lanjut Harry mengatakan, pengurangan dampak buruk merupakan perubahan paradigma dalam pembuatan kebijakan yang semula didominasi dengan tindakan represif hukum pidana menjadi peningkatan program kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan dampak sosial dari eks korban penyalahgunaan napza.

"Ini yang membuat program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) ada diferensiasi peran Pusat dan Balai. Balai bicara bagaimana rehabilitasi sosial dilakukan untuk korban napza, sedangkan di pusat melakukan kampanye secara intensif dan masif tentang bahaya penyalahgunaan napza," tambah Harry.

Perubahan paradigma dalam penanganan napza selanjutnya adalah dari sistem peradilan pidana menuju ke perawatan. Intinya adalah rehabilitasi sosial dan medis.

Penerapan hukum pidana dan sejenisnya secara tidak sadar berimplikasi membentuk penggunaan napza menjadi eksklusif yang pada sisi lain berdampak terhadap sulitnya program rehabilitasi sosial dan medis dalam menjangkau mereka.

Kemensos mendapat mandat dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

"Kita mengedepankan pendekatan rehabilitasi sosial sebagai kekuatan utama dalam menekan dampak buruk dari penyalahgunaan napza," kata dia.

Harry menyampaikan bahwa tujuan Rehabilitasi Sosial KPN adalah agar mereka mampu melaksanakan keberfungsian sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah dan aktualisasi diri, dan terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan Rehabilitasi Sosial KPN serta tidak relaps.

Baca juga: Pemerintah sediakan pusat panggilan bagi korban penyalahgunaan napza

Baca juga: Mensos tengarai 70 persen anak jalanan korban Napza


Rehabilitasi dilakukan di lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Perubahan pendekatan sangat diperlukan untuk mulai memperlakukan penggunaan Napza sebagai masalah kesehatan dan bukan pelanggaran pidana. Pemulihan ketergantungan (rehabilitasi sosial) merupakan kebijakan yang lebih efektif bagi pecandu yang tidak terlibat tindak pidana yang memiliki unsur kekerasan.

Pemenjaraan harus dipertahankan atau dipakai hanya sebagai pilihan bagi pelaku pelanggaran tindak pidana yang berat.

Pemenjaraan sebagai hukuman seharusnya diterapkan bagi pelaku tindak pidana napza yang berat dan/atau pelaku tindak pidana napza dengan kekerasan. Penerapan depenalisasi atau dekriminalisasi sebagai alternatif bagi pengguna napza serta pengecer napza.

Harry menyampaikan bahwa Kemensos membangun suatu sistem rehabilitasi sosial yang mengutamakan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban penyalahgunaan napza, penguatan sistem rehabilitasi sosial yang terintegrasi dengan jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial penerima manfaat, perluasan jangkauan rehabilitasi sosial penerima manfaat berbasis keluarga, komunitas dan residensial.

Baca juga: Kemensos utamakan pendekatan berbasis keluarga tangani korban napza

Baca juga: Peran keluarga faktor penting keberhasilan rehabsos korban napza
​​​​​​​

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020