Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendukung penuh penyelenggaraan Festival Retas Budaya yang diselenggarakan pada 6 - 8 November 2020 disiarkan daring melalui YouTube Goethe-Institut Indonesien.

Festival Retas Budaya adalah sebuah program yang menghubungkan institusi GLAM (galeri, perpustakaan, arsip, museum) kepada pelaku industri kreatif dan para pegiat teknologi, dengan misi membuat data kultural menjadi dapat diakses dengan bebas oleh siapa pun untuk digunakan, dibagikan, dan dimodifikasi.

Alberth Reza Breitner selaku Subkoordinator Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud mengatakan bahwa misi dari festival ini sejalan dengan pemerintah yang berkomitmen terkait keterbukaan data budaya agar dapat dijangkau semua orang.

"Pastinya menjadi tantangan untuk membuka data. Kita mungkin baru mulai pembahasan 2020. Masih panjang tapi harapannya memang kondisinya kita bisa menyiapkan sebuah ketentuan atau regulasi," kata Alberth Reza Breitner dalam jumpa pers virtual, Jumat.

Baca juga: Kemendikbud buat Tapak Tilas Virtual sejarah pergerakan kemerdekaan

Baca juga: Kemendikbud selenggarakan Bulan Bahasa dan Sastra 2020 secara daring


Pria yang akrab disapa Abe itu mengatakan bahwa dengan adanya regulasi dan aturan yang jelas membuat para pegiat data memiliki keyakinan untuk membuka datanya untuk diakses secara luas.

"Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa aturan terkait data. Untuk kebudayaan ada UU secara spesifik mencoba mengawasi, mencoba meyakinkan. Harapannya ini bisa dikerjakan bersama. Bisa terintegrasi dan diakses publik," ujar dia.

Festival Retas Budaya memiliki sejumlah program selama tiga hari penyelenggaraan, seperti seminar, sejumlah lokakarya, serta talkshow yang mengeksplorasi potensi data kultural terbuka milik institusi kultural.

Tak hanya itu, sebanyak 2.500 artefak kultural telah dibuka untuk festival ini dan untuk umum oleh 11 mitra institusi GLAM yang terlibat. Berbagai artefak tersebut kini bukan hanya dapat diakses secara daring, tetapi juga dapat dimanfaatkan dengan cara-cara yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Menjelang penyelenggaraan festival, sejumlah peserta telah ditantang untuk “meretas” data budaya terbuka untuk diubah menjadi cerita pendek, game, maupun desain remix dengan interpretasi mereka masing-masing mengenai data budaya tersebut.

Sementara itu, Stefan Dreyer selaku Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru menyambut baik penyelenggaraan Festival Retas Budaya yang melibatkan kolaborasi antara Goethe-Institut Indonesien, Direktorat Jenderal Kebudayaan RI, Wikimedia Indonesia, Asosiasi Game Indonesia (AGI), PT Elex Media Komputindo dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Dia mengatakan Festival Retas Budaya diselenggarakan sebagai langkah menuju GLAM Terbuka, agar warisan budaya dapat diakses secara daringoleh siapa saja.

"Tujuan dari Festival Retas Budaya adalah membuat data budaya di Indonesia menjadi mudah di akses oleh semua orang," ujar Stefan Dreyer.

Baca juga: PFN gelar Bioskop Rakyat gandeng Goethe-Institute

Baca juga: Science Film Festival 2018 angkat tema revolusi pangan

Baca juga: Erudio School of Art gelar pameran seni di Goethe-Institut Jakarta

Pewarta: Yogi Rachman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020