Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkugan hidup, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menduga telah terjadi praktik makelar kasus dalam proses pengusutan dugaan pelanggaran hukum luapan lumpur Lapindo.

"Walhi menilai telah terjadi makelar kasus dan dugaan korupsi atas terbitnya surat perintah penghentian penyidikan kasus Lapindo," kata Pengkampanye Tambang Walhi, Pius Ginting di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Pius berada di gedung KPK untuk melaporkan dugaan korupsi dalam proses hukum kasus Lapindo.

Dugaan korupsi dan praktik mafia hukum itu, nenurut Pius, terjadi ketika Polda Jawa Timur menghentikan penyidikan dugaan pelanggaran hukum dalam kasus lumpur Lapindo.

Pada Agustus 2009, Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Jawa Timur mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk kasus itu.

Polda Jawa Timur menyatakan, penyidikan perkara itu harus dilakukan karena berkas perkara telah empat kali dikembalikan oleh kejaksaan setempat.

Pengembalian berkas itu disertai dengan dua petunjuk formil dan delapan petunjuk materiil untuk membuktikan unsur tindak pidana yang dipersangkakan.

Pius menegaskan, pengembalian berkas oleh kejaksaan tidak dapat dijadikan alasan untuk menghentikan penyidikan suatu perkara.

"Tidak ada aturan dalam KUHAP yang mengatur mengenai batas mengirim berkas perkara atau yang disebut pra penuntutan. Jadi tidaklah tepat jika hal itu dijadikan pertimbangan atau alasan penghentian penyidikan," kata Pius.

Dalam laporannya, Walhi juga menyampaikan daftar ahli independen untuk mengungkap kebenaran dalam kasus luapan lumpur itu.

Hingga saat ini, menurut Pius, rekomendasi keterangan ahli itu tidak pernah digubris oleh Polda Jawa Timur.

Tanpa adanya usaha untuk melengkapi bukti terlebih dahulu, Walhi menganggap keputusan menghentikan penyidikan kasus Lapindo tidak dapat dibenarkan dan menimbulkan kecurigaan.
(F008/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010