Jakarta (ANTARA) - Sebuah kabar duka datang dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sunan Gunung Jati Cirebon karena seorang tenaga Kesehatan beberapa hari yang lalu meninggal dunia setelah melahirkan anak ketiganya.

Direktur Utama RSUD Gunung Jati Ismail Djamaluddin mengatakan kepada wartawan bahwa tenaga Kesehatan ini meninggal dunia akibat virus corona virus disease (COVID-19). Wanita ini dari Cirebon dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati , Jakarta namun jiwanya tetap tidak bisa ditolong.

Sejak bulan Maret 2020 saat virus corona mulai masuk dari Kota Wuhan, China maka sedikitnya telah 130 dokter harus tewas serta sekurang- kurangnya 92 tenaga medis harus kehilangan nyawa mereka karena harus mati- matian ikut memberantas virus yang ganas ini.

Pemerintah Indonesia telah menempuh berbagai cara guna mengatasi virus baru ini misalnya dengan mendatangkan vaksin dari China dan Inggris guna menumbuhkan kekebalan pada ratusan juta rakyat Indonesia.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang telah diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo untuk ikut mengatasi virus korona pada hari Jumat 6 November mengungkapkan bahwa vaksin baru bisa diberikan kurang lebih minggu ketiga atau keempat bulan Desember mendatang.

Sementara itu, kesibukan tetap sangat terlihat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran Jakarta Pusat karena telah 2.000 orang diperiksa kesehatannya dan dirawat di situ.

Ratusan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dikerahkan mulai dari mengatur arus keluar masuk kendaraan hingga memeriksa kesehatan baik orang langsung diketahui telah terdeteksi virus corona maupun yang belum ada gejalanya.

Apa artinya semua itu pada November ini ?

Pada saat seluruh bangsa Indonesia akan memperingati hari Pahlawan 10 November, ternyata bangsa ini harus berjuang keras untuk menghancurkan korona yang juga sudah menyerang hampir semua negara di dunia.

Saat ini, anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) sudah mencapai sedikitnya 195 negara sedangkan jumlah negara di dunia kurang lebih 215 negara.

Selain bakal mengimpor vaksin, pemerintah Indonesia juga mengerahkan para pakar dalam negeri supaya bisa memproduksi sendiri jenis vaksin baru ini. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah memberi nama "Vaksin Merah Putih" terhadap vaksin baru ini.

Baca juga: Pekerja sosial: Penyintas dan tenaga medis pahlawan sesungguhnya

Baca juga: Satgas COVID-19: Tenaga medis pahlawan kita


Juga pahlawan

Jika mengacu kepada peristiwa 10 November 1945, maka rakyat pasti tidak akan bisa melupakan nama seorang tokoh pejuang, Bung Tomo. Dengan suaranya yang menggelegar, Bung Tomo mengajak rakyat Indonesia untuk mengusir sang penjajah Belanda dari Tanah Air.

Akhirnya "bule-bule" ini pergi meninggalkan Indonesia sehingga akhirnya sampai detik ini tidak ada lagi penjajah yang berkuasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Akan tetapi, kini pertanyaannya adalah apakah rakyat dan bangsa ini masih harus memperingati Hari Pahlawan 10 November hingga akhir zaman atau sudah cukup sampai saat ini apalagi sudah tak ada perjuangan secara fisik untuk mengusir penjajah ? Atau pertanyaan lainnya adalah apakah pahlawan secara fisik itu harus identik dengan mengangkat senjata serta dengan pesawat tempur hingga kapal perang yang serba canggih?

Hingga saat ini memang pahlawan identik dengan perjuangan secara fisik. Karena itu, rakyat mengenal Imam Bonjol, Patimura, Christina Marta Tiahahu, Tjut Nyak Dhien serta ribuan pahlawan lainnya.

Kemudian bangsa Indonesia mengenal istilah “ Pahlawan Revolusi” seperti Jenderal Ahmad Yani, Sutoyo, hingga Jenderal DI Pandjaitan.
Selesaikah semua itu ?

Rasanya belum karena bangsa dan rakyat Indonesia maih sangat membutuhkan ribuan pahlawan lainnya yang tidak lagi bertugas mengusir penjajah karena perjuangan masa kini dan mendatang membutuhkan pahlawan- pahlawan lainnya yang berjuang di bidangnya masing-masing.

Misalnya saja, adakah orang yang berani menyangkal atau membantah bahwa Profesor Doktor Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibibie bukanlah seorang pahlawan sejati bagi bangsa Indonesia saat ini dan mendatang ?. Almarhum Menristek ini menghasilkan pesawat udara NC 212, CN 235 hingga N 250.

Baca juga: Gugus Tugas: Tenaga medis adalah pahlawan kemanusiaan

Baca juga: Kartini di tengah pandemi


Selain itu, adakah yang mempunyai bukti bahwa almarhum Buya Hamka bukanlah pahlawan di bidang sosial budaya khususnya di bidang agama Islam ? Atau Kiai Haji EZ Muttaqien yang sekalipun sangat dikenal di Provinsi Jawa Barat tetap juga merupakan tokoh nasional?

Indonesia yang kini memiliki penduduk kurang lebih 270 juta jiwa sangat membutuhkan pahlawan di hampir semua bidang kehidupan mulai dari Pendidikan, olah raga dan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertahanan keamanan hingga tokoh atau pahlawan yang bisa mendidik anak- anak bangsa yang berkebutuhan khusus.

Karena Indonesia hidup dalam zaman yang penuh dengan persaingan, maka anak- anak bangsa harus sanggup menyaingi bangsa- bangsa lainnya dan bahkan mengalahkan mereka.

Bukti di berbagai forum internasional bahwa mahasiswa Indonesia menang dalam forum- forum ilmiah internasional menunjukkan secara jelas bahwa bangsa ini tidak boleh rendah diri dan mampu bersaing dengan berbagai negara lainnya.

Sudah waktunya bangsa Indonesia tampil di berbagai forum internasional agar anak-anak Indonesia menjadi pahlawan-pahlawan sehingga tidak hanya “jago di kandang” tapi juga di di dunia. Lahirkanlah Habbibie-Habibie baru.

Dulu Indonesia pernah memiliki Pratiwi Sudharmono yang menjadi bakal calon astronot. Masak tidak ada perempuan muda yang bisa menyamai bahkan melebihi Pratiwi Sudharmono?.

Kemudian bangsa Indonesia memiliki Abdullah Gymnastiar alias Aam Gym yang khutbah atau ceramahnya tidak hanya memukau umat Islam tapi juga orang-orang dari agama-agama lainnya.

Jadi, Hari Pahlawan 10 November tetap sangat dibutuhkan dan didambakan oleh bangsa ini asal benar- benar diisi oleh orang yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, siap berjuang bagi rakyat dan bangsa hingga memiliki ilmu pengetahuan yang diabdikan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

*) Arnaz Firman adalah wartawan LKBN Antara tahun 1982- 2018, pernah meliput acara kepresidenan tahun 1987- 2009.
 

Copyright © ANTARA 2020