tujuan dari teknologi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi
Jakarta (ANTARA) - Perusahaan teknologi Taiwan, Imedtac, tengah mencari mitra kerja lokal di Indonesia untuk mengembangkan perangkat kesehatan terintegrasi dengan teknologi agar membuat sistem kesehatan nasional membaik dan dapat menekan laju penyebaran COVID-19.

"Kami sedang mencari mitra lokal di Indonesia agar visi untuk mengubah perawatan medis menjadi lebih canggih, lebih mudah dan praktis ini segera terealisasi," kata Manajer Pengembangan Bisnis Imedtac, Bereh Hsieh dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Perusahaan Taiwan bidik pasar teknologi kesehatan Indonesia

Dikatakan, visi perusahaan yang berbasis di Taipei ini akan ditempuh melalui teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence of Things/AIoT) yang dikombinasikan dengan Internet of Medical Thing (IoMT). Inovasi tersebut akan membuat seluruh piranti kesehatan terhubung dengan internet, sehingga data pasien dapat diakses secara real time.

Ia menegaskan perangkat tersebut akan memudahkan tenaga kesehatan untuk menganalisa dan mengirimkan data medis dengan cepat.

Oleh karena itu, lanjutnya, inovasi itu akan meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya perawatan dan mendorong hasil yang lebih baik dalam perawatan kesehatan. Untuk pasien dan dokter, aplikasi ini memainkan peran sentral dalam melacak dan mencegah penyakit kronis.

Baca juga: Pemerintah didesak rancang litbang kemandirian obat

“Perusahaan kami ingin menggabungkan keduanya. Kami ingin menghitung teknologi dan pengetahuan kami di perangkat IOT dan IoMT dan menggabungkannya dengan pengalaman dan pelatihan kami serta reputasi baik kami dalam layanan medis dan rumah sakit,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, paradigma lama terkait pelayanan kesehatan adalah pasien harus mengantre tanpa kejelasan berapa lama, sekaligus tidak tahu harus berbuat apa. Dengan menerapkan metodologi baru, maka kendala tersebut akan segera dapat diatasi.

“Banyak negara di Asia Tenggara, bahkan Taiwan yang memiliki masalah dengan rumah sakit (RS) kami. RS terlalu  banyak orang, terlalu banyak pasien, dan mereka menunggu untuk menemui dokter yang tidak diketahui berapa lama. Di Vietnam, biasanya mereka membutuhkan waktu dua jam atau bahkan lebih untuk menemui dokter,” katanya.

Baca juga: Sektor kesehatan butuh inovasi teknologi hadapi Revolusi Industri 4.0

Hal tersebut, lanjut Bereh Hsieh, akan menjadi masalah besar, terutama saat ini, di era normal baru di tengah pandemi Covid-19.

Melalui teknologi itu, lanjutnya, kerumunan tidak perlu terjadi karena semua informasi terkait pasien akan diolah menjadi data digital sehingga menjadi "big data" sehingga pengelola rumah sakit bisa mengetahui bagaimana cara meningkatkan alur kerjanya. Tenaga kesehatan pun dapat memonitor segala sesuatu informasi terkait pasien dengan sangat cepat meskipun dari jarak jauh.

Salah satu tujuan dari penggunaan teknologi ini adalah merubah situasi dari “Doctor-centered” menjadi “Patient-centered”, yang akan meningkatkan efisiensi waktu pasien dan dokter dalam proses konsultasi kesehatan. Belakangan, rumah sakit juga telah dihimbau untuk melakukan digitalisasi.

Keamanan obat
Selain itu, pihaknya juga memberikan solusi terkait keamanan obat melalui teknologi itu karena hanya pihak-pihak yang diberi otorisasi yang dapat mengakses obat-obatan.

“Jadi kita bisa mencegah kesalahan pengobatan dalam kasus ini. Tentu saja semua informasi akan terhubung ke sistem informasi RS dan sistem informasi apoteker. Kami akan memastikan semua resep benar dan resep hanya dapat membuka laci yang tepat untuk obat yang tepat,” tuturnya.

Ia juga menegaskan piranti ini sudah dipasarkan di seluruh rumah sakit Taiwan dan beberapa rumah sakit di Thailand dan Vietnam.

Selain pasar itu, pihaknya juga membidik pasar Arab Saudi dan Indonesia.

Untuk tahun pertama, korporasi menargetkan angka penjualan 100 ribu dolar AS dan kemudian meningkat ke satu juta dolar AS pada tahun kedua di Indonesia.

Imedtac telah mencetak penjualan empat juta dolar AS pada 2019 dan diproyeksikan akan naik ke enam juta pada 2020 dan 12 juta dolar AS pada 2021.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020