Yogyakarta (ANTARA News) - Pembuatan film layar lebar berjudul "Si Anak Kampoeng" mulai mengambil gambar di wilayah Yogyakarta, setelah beberapa waktu lalu di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

"Film ini diangkat dari kisah perjalanan hidup Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, seperti terangkum dalam buku otobiografi `Titik-titik Kisar di Perjalananku` (2006-2009)," kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq, di Yogyakarta, Rabu.

Menurut dia, meskipun film ini ibarat otobiografi Buya Syafii Maarif dalam versi digital, namun gagasan pembuatannya datang dari Damien Dematra, penulis novel dan sutradara muda.

"Yang menarik, Damien terinspirasi untuk membuat film ini tidak lama setelah ia berjumpa dengan Buya Syafii atas rekomendasi Gus Dur waktu itu," katanya.

Ia mengatakan semula Buya Syafii keberatan dengan ide tersebut, dan minta kepada Damien agar menyampaikan gagasannya itu kepada Maarif Institute.

"Kami cukup lama mendiskusikannya sebelum akhirnya memutuskan untuk membantu merealisasikan gagasan pembuatan film `Si Anak Kampoeng`", katanya.

Fajar mengatakan pihaknya berharap film semacam ini dapat menjadi tonggak baru dalam konteks inovasi media dakwah kultural Muhammadiyah di era abad ke-2.

"Kehadiran film ini nanti diharapkan menjadi kado bagi peristiwa bersejarah Satu Abad Muhammadiyah, karena dari sisi kebiasaan, mengangkat kisah tokoh Muhammadiyah ke layar lebar merupakan suatu hal yang tidak lazim, termasuk novelisasi dengan terbitnya novel `Si Anak Kampoeng` yang diadaptasi dari skenario film ini," katanya.

Namun, menurut dia, justru pihaknya yakin bahwa ranah-ranah pop seperti ini harus mulai dipertimbangkan dalam strategi dakwah di kalangan ormas Islam.

Sutradara "Si Anak Kampoeng" Damien Dematra mengatakan film yang direncanakan diputar perdana pada saat berlangsungnya Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, 3-8 Juli 2010 itu, mengambil "setting" Tanah Minangkabau, Sumatera Barat, dan Yogyakarta. Dua daerah ini merupakan kota bersejarah bagi gerakan Muhammadiyah.

"Yogyakarta merupakan kota terpenting dalam perjalanan hidup seorang Syafii Maarif, karena dari seorang perantau biasa yang menuntut ilmu di perguruan Muhammadiyah, Mu`alimin, hingga menjadi pemimpin tertinggi organisasi Muhammadiyah," katanya.

Bahkan, kata dia, Syafii Maarif kini didaulat oleh banyak pihak sebagai guru bangsa yang diakui integritasnya.

Pengambilan gambar film ini di wilayah Yogyakarta di antaranya di beberapa tempat yang memiliki ikatan sejarah dan emosional dengan sosok Syafii Maarif, seperti kantor sekretariat PP Muhammadiyah, gedung Mu`alimin, dan Pantai Parangtritis di Kabupaten Bantul.

"Buya Syafii sering mengilustrasikan keberuntungan perjalanan hidupnya, karena semata-mata terdampar ke tepian ombak, karena belas kasihan dari ombak. Jadi, simbolisasi Buya dan pantai tidak terpisahkan dalam skenario film ini," katanya. (V001/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010