Jakarta (ANTARA News) - Hujan meteor Lyrids yang puncaknya diperkirakan Kamis dini hari hingga malam (22 April) terekam kamera meteor (kamera medan luas) milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

"Hujan meteor terdeteksi pada Kamis pukul 03:49 WIB hingga 05:10 WIB dari Stasiun Pengamat Dirgantara Sumedang. Ada empat yang tampak seperti goresan cahaya teridentifikasi," kata Pakar Astronomi LAPAN Prof Dr Thomas Djamaluddin melalui telepon dari Jakarta, Kamis.

Hujan meteor, lanjut Djamal, merupakan debu sisa komet di antariksa yang berpapasan dengan bumi dan memasuki atmosfer, bergesekan sehingga terbakar dan terlihat seperti goresan cahaya di malam hari.

"Saat orbit komet berpotongan dengan orbit Bumi dan di orbit komet tersebut terdapat sisa-sisa serpihan komet, kita akan dapat melihatnya sebagai hujan meteor," katanya.

Papasan bumi dengan serpihan yang ditinggalkan oleh Komet Thatcer (C/1861 G1) yang mengorbit Matahari selama 415 tahun dikenal dengan nama Hujan Meteor Lyrid.

Tidak seperti meteor yang berbentuk batuan, hujan meteor, ujarnya, tidak berbahaya karena sangat halus dan umumnya habis terbakar di atmosfer, dan hanya terlihat dalam hitungan 1-2 detik lalu menghilang.

Hujan meteor, lanjut dia, lebih sering menjatuhi bumi dibanding meteor, di mana dalam setahun bisa beberapa kali terjadi.

Hujan meteor Lyrid kali ini sudah terjadi sejak 16 April dan diperkirakan baru selesai pada 26 April, tetapi kerapatannya tak sama, ujarnya.

"Pada 16-20 April hanya terlihat 1-2 debu meteor dalam setiap jam, namun ketika bumi masuk ke inti jalur debu meteor pada sekitar 22 April yakni rentang Kamis dan Jumat, ada belasan debu per jam," katanya.

"Pengamatan puncak hujan meteor juga akan diadakan di kantor LAPAN Bandung Jumat malam," katanya.

Hujan Meteor Lyrid ada di langit sebelah timur laut di rasi Lyra di atas bintang terang bernama Vega. Selain Lyrid, juga ada hujan meteor bernama Leonit, Perseid, Draconid atau Iorionid dan lain-lain.

(T.D009/E001/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010