Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menyatakan tidak sependapat jika penggugat UU Penodaan Agama disebut sebagai pejuang hak asasi manusia (HAM).

"Saya tak sependapat kalau para penggugat UU Pencegahan Penodaan Agama itu disebut pejuang HAM, seperti pernah dikatakan kepada saya oleh wartawan RRI," kata Mahfud melalui pesan singkat (SMS) yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis malam.

Mahfud sendiri saat ini sedang berada di Turki memberi ceramah tentang MK RI pada acara ulang tahun ke-48 MK Turki.

Baginya, kata Mahfud, pihak yang berperkara di MK, termasuk yang ingin UU Penodaan Agama itu dipertahankan, tak kalah militansinya sebagai pejuang HAM.

"Kita tak boleh terjebak dalam kegenitan bahwa kalau berani mempersoalkan UU itu lalu disebut tokoh HAM, sedang yang lainnya bukan. Itu genit yang kebablasan," katanya.

MK pada Senin (19/4) memutuskan menolak seluruh permohonan uji materi UU Nomor I/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama.

MK berpendapat UU itu masih dibutuhkan sebagai pengendali ketertiban umum dalam rangka kerukunan beragama di Indonesia. Negara membentuk UU itu sebagai pelaksanaan tanggung jawab untuk melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum.

Dengan putusan itu, UU yang oleh pemohon uji materi yang sebagian besar kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dinilai diskriminatif tersebut dinyatakan konstitusional dan tetap diberlakukan.

Terkait keinginan para pemohon uji materi meminta DPR mengeksaminasi putusan MK itu, Mahfud menyatakan tidak keberatan sama sekali.

"Silakan saja kalau mau ngadu ke DPR. Saya senang kalau DPR mengeksaminasi putusan-putusan MK," kata guru besar hukum tata negara itu.

Mahfud mengatakan, selama ini ia juga sering mensponsori LSM atau kampus untuk mengeksaminasi vonis MK.

Bahkan, saran Mahfud, kalau perlu bukan hanya DPR yang diminta mengeksaminasi putusan MK tentang UU Penodaan Agama itu.

"Perbanyaklah lembaga yang diminta melakukan eksaminasi, jangan hanya DPR. Bisa ke LSM, bisa ke kampus-kampus, dan lebih afdhol minta eksaminasi ke Komisi Yudisial. Kalau mau ke Komisi HAM PBB juga bagus," katanya.
(S024/Z002/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010