Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan pentingnya penguatan jejaring kerja sama antara perempuan di negara-negara anggota ASEAN.

"Jejaring kerja atau 'network' antara perempuan penting untuk saling memberikan inspirasi dan berbagi pengalaman," kata Retno Marsudi di Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu.

Retno menyampaikan hal tersebut saat menghadiri ASEAN Women Leaders' Summit secara virtual.

"Di dalam pertemuan tersebut saya memberikan contoh jaringan kerja antara para menteri luar negeri perempuan yang sangat kokoh memperjuangkan isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan," tambah Retno.

Salah satu keaktifan Indonesia di dalam memperkuat jejaring yang kerja tersebut adalah dalam the Southeast Asian Network of Women Peace Negotiators and Mediators.

"Indonesia juga melakukan pelatihan pada tingkat kawasan untuk para diplomat perempuan. Kolaborasi antara jejaring kerja perempuan harus diperkuat sebagai bagian dari 'Global Alliance for Women Peace and Security'. Selain itu kita juga harus membangun kemitraan dengan lingkungan kita, termasuk kaum laki-laki karena peran laki-laki sangat penting dalam isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan," ungkap Retno.

Untuk Indonesia hal tersebut menurut Retno, dicerminkan dalam peran yang dimainkan oleh Presiden Jokowi sebagai salah satu "champion" dalam HeForShe Initiative.

"Pemerintah Indonesia juga memasukkan isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di dalam Rencana Pembangunan Nasional untuk tahun 2020-2024," tambah Retno.

"Diplomasi Indonesia sangat aktif dalam mengedepankan isu pemberdayaan perempuan. Indonesia aktif untuk isu 'women peace and security'. Indonesia juga aktif dalam mengarusutamakan peran perempuan dalam perdamaian," tambah Retno.

Saat Indonesia menjadi presiden Dewan Keamanan PBB pada Mei 2020 lalu, Indonesia bahkan menginisiasi satu resolusi baru mengenai resolusi baru mengenai "Women Peace Keepers".

"Resolusi ini merupakan resolusi pertama Dewan Keamanan PBB yang membahas mengenai penjaga perdamaian perempuan," tegas Retno.

Menurut Retno, ASEAN hanya memiliki waktu 4 tahun untuk mencapai ASEAN Community Vision 2025 yaitu cita-cita ASEAN untuk memiliki masyarakat yang inklusif dan hanya dapat dicapai dengan mendorong isu kesetaraan gender dan pemberdayaan negara.

"Negara ASEAN harus terus menjalankan perkembangan positif di berbagai bidang contohnya yaitu isu kesetaraan gender yang telah berada di semua konstitusi negara anggota ASEAN," tambah Retno.

Namun penting juga untuk terus melakukan perbaikan termasuk di dalam implementasi kebijakan dan terus mendorong kemajuan kesetaraan gender dengan perubahan cara berpikir (mind set).

"Salah satu cara terpenting untuk mengubah 'mind set' adalah melalui pendidikan. Pada akhir pernyataan, saya menyampaikan bahwa isu kesetaraan gender bukan merupakan isu perempuan, tetapi isu kita semua dan upaya untuk mencapai kesetaraan gender akan menjadi fondasi yang kuat untuk membangun komunitas yang inklusif dan lebih 'resillient'," ungkap Retno.

Baca juga: 10 Negara ASEAN Nyatakan Komitmen terhadap Penerapan Gender

Baca juga: Utusan Malaysia: pernikahan anak berakar pada diskriminasi gender

Baca juga: Kanada soroti isu gender dalam dukung UMKM ASEAN di tengah pandemi

Baca juga: Menlu: Kemitraan ASEAN-AS jadi kekuatan positif bagi kawasan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020