Batam (ANTARA News) - Kesenjangan gaji dan fasilitas antara tenaga kerja asing (TKA), karyawan tetap dan pekerja honorer, memicu kerusuhan antarpekerja Drydocks World Graha di Batam, kata Ketua Kelompok Kerja Ketenagakerjaan Komisi IX DPR RI, Arif Minardi.

"Terdapat perbedaan yang mencolok di antara tiga komisi, tenaga asing, tenaga tetap, dan yang dikontrak," kata Arif usai menelusuri fakta kerusuhan Drydocks World, Minggu.

Menurut dia, pekerja kontrak "mengamuk" akibat akumulasi kemarahan atas ketidakadilan yang diberlakukan perusahaan.

Dalam level pekerjaan yang sama, TKA digaji dengan standar dolar Singapura, sedang pekerja tetap Indonesia menggunakan rupiah yang nilainya di bawah TKA. Sementara itu, pekerja kontrak dibayar per jam, yang nilainya relatif kecil karena terpotong-potong.

"Saya menemukan subkontraktor menurunkan lagi pekerjaan ke subkontraktor lain, yang bisa sampai sembilan kali sub, sehingga membuat nilai upah pekerja semakin kecil karena dipotong untuk subkontraktor.

Dalam penelusurannya, ia menyimpulkan, perusahaan lebih menyukai men-subkan pekerja untuk menghindari pembayaran Jamsostek dan kewajiban membayar tunjangan jika pekerjaannya dihentikan.

Selain itu, TKA dan pekerja tetap mendapatkan fasilitas pengamanan pekerjaan yang bagus, sedangkan karyawan kontrak harus melengkapi keselamatan diri sendiri, seperti membeli kacamata dan sepatu sendiri.

"Mereka harus membeli sendiri, sesudah itu, barang itu dua minggu sekali rusak, bayangkan, betapa banyak uang yang harus dikeluarkan," kata dia.

Di tempat yang sama, seorang pekerja level asisten manajer Agung Giarto mengatakan sebetulnya, kemampuan pekerja Indonesia dan TKA sama.

TKA, kata dia, hanya memiliki kelebihan dalam bahasa Inggris dan komunikasi yang baik dengan para pemilik perusahaan, sehingga diberikan berbagai kemudahan.

Ia memgatakan perbandingan gaji TKA dengan pekerja lokal dalam level yang sama sangat jauh. Gaji TKA, minimal 4.500 dolar Singapura (sekitar Rp30.000.000, dengan kurs Rp6.700 per satu dolar Singapura), sedang pekerja Indonesia, yang sudah berpengalaman lima tahun, hanya diberi upah Rp5-7 juta.

"Perlakuan diskriminatif ini yang membuat pekerja iri dan marah," kata dia. (Y011/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010