Batam (ANTARA News) - Usai mengeroyok seorang pekerja asing, membakar kantor dan merusak sejumlah mobil, ribuan karyawan Drydocks World Graha, Batam, menyanyikan lagu "Indonesia Tetap Merdeka" karangan C. Simanjuntak.

"Sorak-sorak bergembira, bergembira semua, sudah bebas negeri kita, Indonesia merdeka, Indonesia merdeka, Republik Indonesia, Itulah hak milik kita untuk selama-lamanya".

Tanpa dirijen, mereka kompak menyanyikan lagu itu dengan penuh penghayatan. Beberapa dari mereka mengepalkan tangan ke udara, betul-betul memaknai lagu perjuangan itu, seakan baru saja memenangkan perang membela kemerdekaan.

"Selama ini kami memendam amarah. Sudah cukup penghinaan dan pelecehan kepada orang Indonesia. Ini di Indonesia, tidak boleh ada yang menghina orang Indonesia di negeri Indonesia," kata Ibrahim, salah seorang dari mereka, berapi-api.

Puluhan pekerja lain yang berada dekat Ibrahim mengamini pendapat itu.

Kemarahan mereka pada pekerja asing begitu alam mereka pendam, sehingga sedikit saja pemantik bisa mengobarkan bara amarah yang bersemayam di pikiran 12 ribu pekerja Drydock World Graha.

Dan pemantik itu datang dari cacian yang dilontarkan pekerja asing berinisial G, saat apel kerja pagi di kapal 204.

G, menurut kesaksian beberapa pekerja, melontarkan kalimat begini, "All Indonesian people stupid. Can not Work."

Pekerja Indonesia, yang kebanyakan mengerti dan dapat berbicara Bahasa Inggris serta merta terlecut hatinya. mereka mengartikan perkataan itu sebagai pelecehan terhadap bangsanya.

Menggunakan pesan singkat, kalimat penghinaan itu disebarkan ke lima kapal yang sedang dikerjakan, dan ke ribuan pekerja lainnya.

Dalam waktu singkat, gunung api kemarahan ribuan pekerja siap meledak. Mereka bergegas menuju kantor personalia da merusak apapun yang berhubungan dengan pekerja asing.

Sekitar 30 mobil rusak, empat diantaranya hangus dibakar, sejumlah ruang kerja juga dibakar. Mereka ingin pekerja asing tidak lagi bekerja bersama mereka.

Mereka sempat mengincar gudang untuk dirusak, namun polisi sigap menghalau.

Beda upah

Sebenarnya, luapan kemarahan sudah tersalurkan beberapa minggu sebelumnya, saat seorang pekerja asing melontarkan penghindaan yang menyulut keriburan.

Namun, saat itu keributan tidak berlangsung lama, karena pekerja asing itu diberhentikan dari pekerjaannya oleh manajemen Drydocks Indonesia.

Iwan Ali, seorang pekerja lokal, mengatakan selain sering mengeluarkan perkataan menghina, para pekerja asing rata-rata angkuh, apalagi mereka mendapatkan fasilitas yang lebih dibandingkan pekerja domestik.

Rata-rata pekerja domestik diupah sekitar Rp2,5 juta per bulan, sedangkan tenaga kerja asing dihargai lebih besar, Rp6,5 juta per bulan.

"Itu tidak adil, kami bekerja mati-matian," kata Ali.

Para pekerja asing ini juga mendapatkan fasilitas seperti mobil dan tempat tinggal, sambung Ali. Padahal, pekerjaan mereka tidak sulit dikuasai pekerja pribumi.

"Banyak kok orang Indonesia yang bisa melakukan pekerjaan itu, Jadi kenapa harus ada mereka?" tanya Iwan.

Iwan bahkan meyakini bahwa banyak orang Indonesia yang memiliki kemampuan lebih besar dibandingkan TKA.

Chief Executif Officer Drydocks World membenarkan perbedaan gaji antara pekerja domestik dan asing itu. Menurutnya, upah yang lebih besar kepada pekerja asing diberikannya karena kemampuan mereka memang lebih.

"Memangnya menurut Anda kenapa (upahnya lebih tinggi)? Kami menghargai dari kemampuan yang dimiliki," kata dia.

Denis juga membantah pertikaian antarpekerja disebabkan masalah nasionalitas. Dia meyebutnya sebagai perselisihan internal belaka.

Curang

Selain kesenjangan dan menghadapi kendala komunikasi, tenaga kerja asing kurang disukai umumnya pekerja domestik karena diduga berbuat curang kepada pekerja.

"Jam kerja kami suka dikurangi," kata Alex, salah seorang pekerja domestik lainnya.

Ia mengatakan, berdasarkan catatan yang dimiliki, dia bekerja 20.000 jam, namun hanya diakui 7.000 jam.

Hal senada dituduhkan oleh Irmansyah yang mengklaim telah bekerja 10.000 jam, namun hanya dibayar untuk 3.000 jam.

"Padahal, kami digaji berdasarkan jam kerja, bagaimana tidak marah," katanya.

Keterangan para pekerja domestik ini tentu saja dibantah manajemen. Seorang wakil dari subkontraktor pekerja, Elyas, mengatakan pengurangan jam kerja dilakukan karena pekerja melanggar beberapa peraturan.

"Seperti, kalau telat, maka jam kerja yang sudah dilakukannya hilang, tidak dihitung," katanya.

Sementara itu, Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) Haiyani Rumondang menduga banyak tenaga kerja asing bekerja secara ilegal di Batam.

Ia berjanji untuk menyelidiki hal ini lebih lanjut.

Dugaan Hiayani diperkuat oleh kecurigaan sama dari Kapoltabes Barelang Kombes Leonidas Braksan.

Leonidas bahkan berikrar di depan para pekerja untuk memberantas seluruh pekerja asing ilegal di Batam.

Y011/J006/AR09

Oleh YJ Naim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010