Hal ini menunjukkan ketangguhan para pahlawan pangan dan pentingnya menjaga rantai pangan tetap hidup
Jakarta (ANTARA) - Badan Pangan Dunia (FAO) saat peringatan Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober 2020 membuat pernyataan bahwa pandemi COVID-19 menyingkapkan rapuhnya sistem pangan dan pertanian global serta memicu resesi ekonomi dunia.

Bersamaan dengan usia ke-75 sejak berdiri pada 16 Oktober 1945, FAO juga memprakirakan bahwa 132 juta orang akan menderita kelaparan sampai akhir tahun 2020 karena resesi.

Mengusung tema "Tumbuhkan, Pelihara, Lestarikan Bersama. Tindakan Kita Adalah Masa Depan Kita", badan itu menyerukan untuk membangun kembali dengan sistem pangan yang lebih baik dan pertanian yang lebih tangguh dan kuat.

Sebelum pandemi, disebutkan bahwa lebih dari dua miliar orang tidak memiliki akses yang tetap untuk makanan yang aman dan bergizi. Hampir 700 juta orang berangkat tidur dalam keadaan lapar.

Sistem pangan dan pertanian global pun tidak berjalan seimbang. Dunia mampu memproduksi makanan yang cukup, namun hal itu saja tidak cukup.

Perwakilan FAO di Indonesia Victor Mol menyatakan, "Lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan inovasi dan kemitraan yang kuat. Setiap orang memiliki peran untuk dilakukan mulai dari pemerintah, swasta hingga individu untuk memastikan makanan sehat dan bergizi tersedia untuk semua,".

Dalam kesempatan itu, juga disampaikan terima kasih kepada "Pahlawan Pangan", seperti petani, nelayan, komunitas hutan dan pekerja di seluruh rantai pasokan makanan, yang dalam keadaan apa pun, terus menyediakan makanan untuk komunitas mereka dan sekitarnya.

"'Pahlawan Pangan' terus bekerja dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang berubah. Hal ini menunjukkan ketangguhan para pahlawan pangan dan pentingnya menjaga rantai pangan tetap hidup," kata Victor Mol.
Pedagang sayuran di pasar tradisional Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Badan Pangan Dunia (FAO) menyatakan petani, nelayan, komunitas hutan dan pekerja di seluruh rantai pasokan makanan adalalah "Pahlawan Pangan" saat pandemi COVID-19. (FOTO ANTARA/HO-FAOID/2020/Andi J).


Kunci masa krisis

Sebelum peringatan Hari Pangan Sedunia 2020, pada Sabtu (8/8), Presiden Joko Widodo juga menyampaikan pernyataan bahwa
ketahanan pangan nasional, sebagai salah satu kunci menghadapi masa krisis akibat pandemi COVID-19 saat ini.

Berbicara saat memberikan sambutan secara daring pada Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Gerindra yang digelar di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Presiden juga merujuk pada pernyataan WHO sebelumnya, yang juga telah memperingatkan bahwa pandemi COVID-19 bisa berdampak pada krisis pangan.

Baca juga: Pengembangan ekonomi lokal membuat ketahanan pangan lebih tinggi

Karena itulah, Kepala Negara menyampaikan bahwa peran Ketua Umum Gerindra yang juga menjabat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang ditunjuknya untuk memimpin proyek lumbung pangan (food estate) nasional.

Presiden mengharapkan dengan langkah membangun lumbung pangan nasional itu, Indonesia dapat memproduksi kebutuhan pangan nasional secara mandiri, sehingga dapat berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) guna memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Lalu, apa strateginya?

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyatakan bahwa selain solusi kesehatan, dalam menghadapi kondisi saat ini ketahanan pangan juga tidak kalah pentingnya.

Karena itu, katanya saat berbicara pada acara "Business Talk Series" yang digagas Sekolah Bisnis IPB University bekerja sama dengan Badan Keahlian DPR RI (9/6) 2020, ada tiga strategi dalam menghadapi COVID-19 serta persiapan program peningkatan ketersediaan pangan pada adaptasi kebiasaan baru.

Pertama, adalah agenda darurat/jangka pendek, terdiri atas stabilitas harga pangan termasuk pengendalian harga, fasilitas pembiayaan petani dan padat karya pertanian, kedua, agenda menengah (temporer), yakni diversifikasi pangan lokal, dukungan untuk daerah-daerah defisit dan antisipasi kekeringan, dan ketiga, agenda permanen/jangka panjang yakni ekstensifikasi tanaman pangan, peningkatan produksi per tahun, pengembangan korporasi petani, dan pengembangan para petani milenial.

Turunan dari tiga strategi itu, yakni dengan apa yang disebut sebagai empat cara bertindak (CB) sebagai penyangga program peningkatan ketersediaan pangan di era normal baru.

Ia menjelaskan CB1 adalah peningkatan kapasitas produksi melalui percepatan tanam dan perluasan areal tanam, pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah, kurang lebih 164,598 hektare dan peningkatan produksi gula, daging sapi, dan bawang putih untuk mengatasi impor.

Lalu, CB2 adalah pengembangan diversifikasi pangan lokal dengan basis kearifan lokal yang fokus pada satu komoditas utama pada satu wilayah atau provinsi, serta dengan pemanfaatan lahan pekarangan dan marjinal melalui Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L), kemudian CB3 adalah penguatan cadangan dan sistem logistik pangan untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan.

Sedangkan CB4, kata Mentan, yakni pengembangan pertanian modern, di mana tahap ini peran perguruan tinggi (PT) sangat penting, karena di sini dilakukan pengembangan "smart farming", pengembangan dan pemanfaatan "screen house", pengembangan lumbung pangan, dan pengembangan korporasi petani.
Ibu rumah tangga merawat berbagai jenis tanaman hortikultura dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumahnya di desa percontohan Kampung Peulanggahan, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Aceh, Kamis (12/11/2020). (ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj)


Kantong inovasi

Pada skala komunitas, upaya untuk menjaga ketahanan pangan, sebenarnya juga dilakukan oleh masyarakat, termasuk di permukiman di perkotaan.

Seperti yang disampaikan oleh WHO tentang perlunya inovasi, maka hal itu juga dilakukan di kantong-kantong permukiman.

Salah satunya warga di RT02/RW13 Perumahan Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat telah melakukannya.

Baca juga: KKP: Sektor perikanan garda terdepan ketahanan pangan saat pandemi

Pada masa pandemi COVID-19 ini, warga di perumahan itu menggagas kegiatan yang disebut sebagai Program Budi Daya Ikan Mandiri (BUDIMAN).

"Melalui diskusi bersama, maka warga sepakat memanfaatkan lahan kosong dan terbatas dengan bercocok tanam sayuran dan beternak ikan lele di dalam wadah ember," kata Ketua RT02/RW13 perumahan itu Emil Rachman.

Belakangan, inovasi itu dikenal dengan budi daya ikan dalam ember (Budikdamber).

Tak hanya budi daya ikan lele, konsep itu juga memadukan dengan tanaman kangkung, sehingga menjadi keterpaduan antara budi daya ikan dan menanam sayuran.

"Hasilnya cukup baik, bisa untuk kebutuhan keluarga, dan juga kelebihannya bisa dibagikan kepada yang lain," katanya.

Di Perumahan Laladon Baru Residence (LBR) Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, gagasan yang sama juga dilakukan warga.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKT) Ayip Said Abdullah membagikan masing-masing 10 polibag bibit cabai dan tomat untuk dibudidayakan.

Dengan skema bagi hasil 50:50, yakni saat panen separuh untuk warga yang merawat dan separuh lainnya dijual untuk manajeman pengelolanya, maka untuk kebutuhan dua komoditas itu tidak perlu membeli dari luar.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi menyatakan pihaknya terus menyosialisasikan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan yang selama ini telah dilakukan, yaitu melalui P2L.

P2L merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan kelompok masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan sebagai penghasil pangan oleh Kementan.

Pekarangan dapat menjadi sumber pangan keluarga di masa pandemi saat ini, karena ditanam aneka sayuran seperti terong, tomat, sawi, dan sebagainya, sehingga dapat menghemat pengeluaran kebutuhan pangan.

Baca juga: Pangan lokal solusi atasi kerentanan selama pandemi
Baca juga: Dukung ketahanan pangan, Kadin perkuat kemitraan petani dan industri
Baca juga: Mentan: FAO apresiasi, ketahanan pangan RI pada jalur yang benar

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020