Denpasar (ANTARA News) - Proses pembuatan film dokumenter "Cowboys in Paradise" yang mengisahkan mengenai kehidupan para gigolo di Kuta, Bali, diduga kuat telah melanggar undang-undang perfilman terutama dalam proses pengambilan gambar di kawasan wisata itu.

"Sejauh ini ada dugaan pembuatan film tersebut tidak memiliki izin shooting di Bali. Jika nanti itu terbukti, jelas pembuatan film tersebut telah melanggar undang-undang," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gde Sugianyar di Denpasar, Rabu.

Ia menjelaskan, dari penyelidikan sementara, termasuk hasil koordinasi dengan beberapa pihak terkait, diketahui bahwa film "Cowboys in Paradise" tidak memiliki izin untuk pengambilan gambar di Bali.

"Tidak ada izin untuk pembuatan film itu di Bali," kata Kombes Sugianyar menandaskan.

Sehubungan dengan itu, lanjut dia, pemrakarsa atau pembuat film tersebut dapat dijerat pasal 41 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda Rp40 juta.

"Cowboys in Paradise" adalah film dokumenter yang mengisahkan praktik para gigolo atau lelaki tuna susila (LTS) yang siap melayani para turis wanita yang tengah berwisata di kawasan Pantai Kuta.

Film yang memanfaatkan lokasi pengambilan gambar di pantai berpasir putih itu, merupakan garapan Amit Virmani, sutradara keturunan India yang kini menetap di Singapura.

Para gigolo yang tampil dalam film tersebut adalah pria yang rata-rata berkulit hitam mengkilap setelah lama berjemur di bawah terik matahari, sebagai mana layaknya beach boy yang kerap terlihat bercengkrama dengan turis di Pantai Kuta.

"Cowboys in Paradise" menjadi heboh dan menimbulkan protes di Bali setelah film yang meraih sejumlah penghargaan dalam Korean International Documentary Festival itu, menyusul dapat disaksikan lewat jaringan internet.

Di samping UU perfilman, kata Kabid Humas, produser atau yang telah bertindak selaku sutradara dalam film "Cowboys in Paradise" dapat dijerat undang-undang keimigrasian.

Masalahnya, sang sutradara yang disebut bernama Amit Virmani yang diketahui menetap di Singapura, saat berkunjung ke Bali hanya dengan menggunakan visa turis.

"Dia datang hanya dengan visa turis. Ini artinya yang bersangkutan tidak boleh melakukan aktivitas lain, selain hanya berlibur," katanya.

Namun nyatanya, kata Sugianyar, pria yang terungkap berdarah India itu telah melakukan aktivitas berupa pembuatan film dokumenter di Bali.

Dikatakan, jika ada aktivitas pengambilan gambar yang tanpa izin, terlebih untuk kepentingan pembuatan film, jelas hal tersebut merupakan pelanggaran.

Terlepas dari itu, Sugianyar mengakui bahwa pihaknya cukup kesulitan untuk dapat mengontrol aktivitas para wisatawan yang melakukan pengambilan gambar di berbagai obyek wisata di Pulau Dewata.

"Kami sulit untuk bisa memastikan apakah pengambilan gambar yang dilakukan para turis untuk sekadar kenang-kenangan, atau untuk tujun komersial dan lain-lain. Ini sulit," katanya.

(ANT/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010