Jakarta (ANTARA) - Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) mengatakan kasus KIPI di masyarakat paling banyak dikarenakan kebetulan atau koinsiden yang dikaitkan dengan imunisasi yang baru saja dilakukan.

"Terbanyak adalah koinsiden atau kebetulan. Semua kejadian setelah imunisasi selalu dikaitkan dengan imunisasi yang baru dilakukan sehari sebelumnya, sepekan, sebulan, dua bulan, atau sampai satu tahun pun ada," kata Ketua Komnas KIPI Prof DR Dr Hindra Irawan Satari, SpA(K), MTropPaed, dalam keterangannya yang disampaikan pada acara Forum Merdeka Barat 9 secara daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Hindra mengatakan vaksin memang tidak dapat memberikan perlindungan secara 100 persen terhadap penyakit ataupun terhadap efek samping dari imunisasi. Namun, dia menjelaskan biasanya vaksin dapat memberikan perlindungan di atas 90 persen.

Dia mencatatkan ada beberapa kasus KIPI yang biasa terjadi di masyarakat setelah imunisasi dilakukan. Beberapa penyebab terjadinya kasus KIPI dikarenakan oleh produk vaksin itu sendiri yang belum mumpuni. "Memang produk vaksin ada antigennya, pengawet, dan antibiotik yang bisa berdampak," kata Hindra.

Baca juga: IDI yakin kemampuan BPOM awasi vaksin COVID-19

Baca juga: Komnas tegaskan keamanan vaksin COVID-19 diuji sejak awal penelitian


Selain itu, kasus KIPI juga bisa terjadi apabila memang pada produknya terdapat kualitas yang cacat atau rusak. Biasanya hal ini tidak terjadi pada semua produk vaksin melainkan hanya pada beberapa produk saja.

Kasus KIPI juga bisa terjadi apabila tenaga kesehatan atau vaksinator tidak melakukan prosedur yang seharusnya dalam melakukan vaksinasi. "Atau kekeliruan prosedur. Harusnya disuntik di paha malah dibokong, atau tidak dilakukan sterilisasi sehingga terjadi infeksi, atau vaksin tidak disimpan dengan baik," kata Hindra.

Dia menerangkan kasus KIPI biasanya juga terjadi karena kecemasan seseorang yang akan divaksin atau setelah divaksin. Efek psikologis tersebut dapat berpengaruh pada orang yang divaksin.

Namun, Hindra menegaskan keamanan vaksin COVID-19 yang akan diberikan pada masyarakat Indonesia sudah diuji sejak awal penelitian dan akan tetap dipantau setelah didistribusi di masyarakat.

"Vaksin tidak berbahaya, kalau misalkan ada yang negatif, berfikir ini tidak aman, namun vaksin merupakan produk biologis tidak mungkin 100 persen aman. Bisa juga menyebabkan nyeri, kemerahan, itu reaksi alami dari vaksin," kata Hindra.*

Baca juga: Air France-KLM bersiap-siap terbangkan vaksin COVID-19

Baca juga: Wapres: Izin BPOM dan Fatwa MUI harus ada sebelum vaksinasi COVID-19

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020