Tapi banyak yang tak memahami dirinya. Sungguh ini suatu kelebihan bukan kekurangan
Jakarta (ANTARA) - Psikolog dari Universitas Surabaya (Ubaya) Dr Evy Tjahjono SPSi MGE mengatakan perlu perlakuan khusus bagi anak yang memiliki kelebihan secara intelektual namun mengalami masalah pada ketidaksejajaran antara kemampuan mental dan emosional.

“Inilah yang membuat anak-anak jenius itu seringkali frustasi dengan kehidupan. Mereka sudah bisa memikirkan jauh ke depan sementara orang lain belum memikirkannya. Tapi banyak yang tak memahami dirinya. Sungguh ini suatu kelebihan bukan kekurangan. Anak-anak ini sebuah anugerah (gifted) karena ia punya potensi lebih yang diberikan Tuhan,” ujar Evy dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan dengan perlakukan yang tepat, anak-anak dengan kelebihan tersebut dapat mengubah dunia. Apakah nanti mereka jadi ahli matematika, kimia, fisika, rancang bangun dan lain-lain mereka adalah anak-anak luar biasa di masa datang.

Seorang anak jenius dengan tingkat kecerdasan IQ 140, Joel Zechary Mewengkang (16), mengatakan sebenarnya dirinya punya masalah di sekolahnya.

"Kemudian Joel datang ke sini ke Noble Academy. Pertama-tama tes intelegensia dan hasilnya diketahui IQ Joel di atas rata-rata. Kemudian Joel mulai berfikir, mungkin itu mengapa dirinya tidak cocok dengan teman-teman di sekolah, sebab Joel tidak mengerti teman-temannya dan teman-temannya tak mengerti Joel," katanya.

Ditangani dengan guru yang tepat Joel menjadi produktif, berkarya positif. Idenya selalu diluar kebiasaan. Karya ilmiahnya yang dituangkan dalam bentuk buku, sudah ada sekitar enam karya tulis ilmiah.

Baca juga: Kelas akselerasi dihapus, anak jenius kurang terlayani

Karya buku Joel antara lain Effects of Climate Change Science Report, Portopolio ART, Projects, Portopolio Language Arts, Portopolio Psychology, Project 49.

Seorang ibu dengan anak jenius, Julie, mengatakan setiap Minggu malam puteranya yang jenius, Niko, selalu stres karena besoknya masuk sekolah. Niko tak bisa mengikuti pelajaran sekolah biasa, dan tak cocok dengan teman-temannya di sekolah itu, seedangkan adik Niko bisa mengikuti pelajaran di sekolah biasa.

Director Noble Academy Jakarta, Nancy Dinar, mengatakan keluhan dari para ibu dengan anak cerdas adalah kesulitan bersekolah di sekolah biasa, termasuk dua anaknya yang tidak mengikuti pelajaran di sekolah biasa.

“Akhirnya saya buka lembaga pendidikan ini Noble Academy. Kurikulumnya dua yaitu kurikulum Nasional Indonesia dan kurikulum Nasional Amerika,” kata Nancy,

Berdasarkan data yang dikumpulkan sebanyak 67 persen anak jenius mengalami underachievement atau tidak ditangani dengan baik, sedangkan di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,6 juta anak Indonesia yang berpotensi gifted kuga menerima salah penanganan.

"Meski sekarang banyak orang bicara soal underachievement tapi tidak ada sekolah yang bisa menampung mereka. Di sinilah kami mengambil andil," ujar dia.

Nancy menjelaskan hal lain yang menjadi sorotan pada tahun ajaran baru ini adalah penekanan pada passion project yang akan mengarahkan para siswa agar menghasilkan proyek yang berkualitas.

“Proyek memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat, mengaplikasikan kemampuan belajar belajar dan juga menjawab karier di masa revolusi industri 4.0 yang tak hanya akan melenyapkan sejumlah jenis pekerjaan namun di sisi lain juga menghadirkan jenis pekerjaan baru,” terang Nancy.

Baca juga: Praktisi: Anak Jenius dengan Aktivasi Otak Tengah

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020