Jakarta (ANTARA) - Kementerian Sosial mendorong Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) menjalin sinergi dengan masyarakat untuk menangani penyandang disabilitas utamanya penyandang disabilitas mental.

"Dengan kerja sama tersebut sehingga  jangkauan layanan lebih luas," kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ia tidak memungkiri bahwa masih terjadi praktik pemasungan oleh keluarga atau kerabat terdekat terhadap orang dengan penyandang gangguan mental.

Maka dari itu, ia meminta partisipasi masyarakat dalam mengatasi persoalan tersebut. Lembaga kesejahteraan sosial pun didorong berkolaborasi dengan warga, bila ada kejadian pemasungan di wilayahnya.

"Misalnya terjadi pemasungan di wilayah Sulawesi, LKS di sana bisa merespon dengan cepat, tapi dengan pemahaman sama, bukan sekadar respon darurat, karena ini sudah ada pola dan sistemnya," jelasnya.

Respon bisa saja dengan merujuk ke balai Kementerian Sosial terdekat atau bisa dipertahankan di keluarga, dan pekerja Kementerian Sosial bisa mendampingi bersama LKS, atau dikuatkan rujukan ke rumah sakit jiwa.

LKS adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Baca juga: Stigma negatif pengaruhi masa depan orang dengan gangguan jiwa

Baca juga: Pemkab Kulon Progo bangun sistem keterpaduan penanganan sakit mental


LKS mempunyai fungsi sebagai mitra pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Kemensos terus menjalin kolaborasi atau kemitraan dengan LKS guna memastikan upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas.

Salah satunya lewat kegiatan Peningkatan Kapasitas Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Mitra Kerja yang digelar Balai Disabilitas "Phala Martha" Sukabumi di Kota Bandung, Kamis (19/11) malam.

Dalam kegiatan tersebut Kemensos menyosialisasikan arah kebijakan untuk memastikan upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hidup kaum disabilitas.

Juga program Asistensi Rehabilitasi Sosial( ATENSI), yang memiliki platform bagaimana melakukan rehabilitasi sosial bagi keluarga, komunitas, dan residensial secara dinamis, terintegrasi dan saling melengkapi melalui kegiatan pemenuhan hidup layak, bantuan keluarga, perawatan sosial, terapi fisik, mental, spiritual, keterampilan dan kewirausahaan.

Melalui kegiatan tersebut, Harry optimistis kerja sama bisa terjalin baik dengan seluruh lembaga kesejahteraan sosial.

Baca juga: 3.441 orang sudah dibebaskan sejak pencanangan Indonesia bebas pasung

Baca juga: Dinsos Mukomuko-Bengkulu terpaksa utang antarkan penderita ODGJ

 

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020