paling menjanjikan karena bisa diproduksi lebih secara masif
Jakarta (ANTARA) - Masyarakat dunia mulai mendapatkan harapan baru dikarenakan berita mengenai pengujian vaksin-vaksin COVID-19 dari berbagai negara yang telah menyelesaikan uji klinis tahap tiga.

Kabar menggembirakan pun bertambah dari perusahaan farmasi dan bioteknologi asal Amerika Serikat yaitu Pfizer dan Moderna yang merilis berita bahwa vaksin buatannya memiliki keampuhan di atas 95 persen dalam menghalau virus SARS CoV 2 penyebab COVID-19.

Tidak hanya di Amerika, kabar mengenai vaksin yang memiliki keampuhan di atas 90 persen juga datang dari Rusia yaitu Sputnik V yang konon sudah banyak dipesan oleh beberapa negara dunia.

Di China, negara pertama asal wabah COVID-19 yang kini sudah menjalani kehidupan normal karena bebas dari COVID-19 juga tengah menyelesaikan uji klinis tahap akhir pada lebih dari satu produk vaksin.

Di Indonesia sendiri para peneliti dari lembaga dan institusi pendidikan masih berupaya mengembangkan kandidat Vaksin Merah Putih yang ditargetkan bisa menyelesaikan uji klinis sepanjang 2021 dan diproduksi pada akhir tahun depan.

Pada laporan terbarunya yang telah menyelesaikan uji klinis tahap tiga, vaksin buatan Pfizer diklaim memiliki keampuhan menghalau virus COVID-19 hingga 95 persen. Angka ini meningkat dari laporan sebelumnya yang mengatakan tingkat efikasi atau keampuhan vaksin mencapai 90 persen. Sementara beberapa penelitian dan pengembangan vaksin di negara lain baru melaporkan efikasi vaksin mencapai 60 persen.

Namun vaksin buatan Pfizer yang bekerja sama dengan Biontech ini memiliki kelemahan yaitu harus disimpan di suhu minus 70 derajat celcius yang mana harus disimpan di alat khusus. Ketahanan vaksin tersebut pun mengharuskan proses pendistribusian dengan menjaga suhu sedingin tersebut. Praktis, vaksin ini dinilai akan terkendala jika harus didistribusikan pada negara-negara dengan sistem layanan kesehatannya masih rendah.

Sementara vaksin buatan Moderna yang diklaim ampuh menangkal COVID-19 hingga 94 persen lebih bandel dalam ketahanannya yaitu hanya perlu di simpan di suhu 2 hingga 7 derajat celcius dan mampu bertahan selama 30 hari. Bahkan vaksin buatan Moderna bisa bertahan selama enam bulan apabila disimpan dalam suhu minus 20 derajat celcius.

Tidak hanya soal keampuhan vaksin Moderna dan Pfizer ini yang memberikan harapan akan kekebalan tinggi terhadap penyakit COVID-19, namun juga potensi distribusi vaksin dalam jumlah massal. Hal itu lantaran pembuatan vaksin Moderna dan Pfizer menggunakan platform messengger RNA (mRNA).

Platform mRNA ini merupakan teknologi terbaru dalam pembuatan vaksin dengan basis sintesis molekul dari virus SARS CoV 2. Wakil Presiden dan Kepala Departemen Epidemiologi Sanofi Juhaeri Muchtar dalam acara diskusi beberapa waktu lalu mengatakan teknologi vaksin seperti inilah yang paling menjanjikan dari yang lain.

Sederhananya, peneliti mengurai susunan genetik dari virus dan mereplikasinya secara sintetis atau buatan. Dikarenakan molekul yang bisa dibuat secara sintetis inilah maka vaksin bisa dibuat dalam miliaran dosis seperti halnya pabrik garmen membuat kain dari benang sintetis untuk miliaran potong baju.

Vaksin mRNA replikasi RNA virus COVID-19 ketika diinjeksi ke dalam tubuh akan memberikan segala informasi yang dibutuhkan oleh sel antibodi manusia agar bisa menghalau apabila virus yang sebenarnya menginfeksi. Dengan dimasukkannya mRNA COVID-19 maka sistem kekebalan tubuh sudah lebih dulu tahu cara menghentikan virus SARS CoV 2 sebelum virus asli menginvasi.

"Jadi mRNA ini seolah-olah menipu tubuh kita supaya memproduksi antibodi sebelum virus itu datang. Vaksin mRNA itu sintesis, dan ini yang paling menjanjikan karena bisa diproduksi lebih secara masif," kata Juhaeri yang merupakan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Baca juga: Komnas KIPI jelaskan mitos-fakta terhadap vaksin

Baca juga: WHO: Tak ada waktu berpuas diri terhadap COVID meski ada kabar vaksin

Baca juga: Pemerintah pertimbangkan beli vaksin Pfizer


Juhaeri mengatakan beberapa perusahaan farmasi dan bioteknologi yang memproduksi vaksin dengan teknologi paling anyar ini adalah Pfizer dan Moderna dari Amerika Serikat, Sanofi dari Prancis, dan Curevac dari Jerman.

Sedangkan vaksin COVID-19 buatan Sinovac asal China yang juga sedang dilakukan uji klinis di Universitas Padjadjaran Bandung Jawa Barat merupakan vaksin berbasis virus asli yang dilemahkan untuk memberikan segala informasi kepada sistem kekebalan tubuh agar bisa membentuk antibodi sebelum COVID-19 menginfeksi.

Berbeda dengan vaksin Sinovac maupun vaksin berbasi mRNA, Vaksin Merah Putih buatan anak negeri menggunakan platform protein rekombinan. Deputi Fundamental Research Eijkman Institute Prof Herawati Sudoyo Supolo menjelaskan bahwa Vaksin Merah Putih dikembangkan menggunakan platform protein rekombinan dari bagian atau sub unit virus SARS CoV 2.

Tim melakukan genom sequencing atau penguraian gen dari virus kemudian mengambil gen dari protein "spike" yang ada pada virus untuk diproduksi menjadi lebih banyak lagi dan digunakan sebagai bibit vaksin.

Herawati mengatakan timnya menggunakan platform protein rekombinan untuk pembuatan vaksin dikarenakan sudah terbiasa menggunakannya sehingga proses pengerjaan jadi lebih cepat. Selain itu pengembangan Vaksin Merah Putih dilakukan percepatan yaitu dengan pengerjaan secara paralel dengan target siap produksi pada akhir tahun 2021.

Juhaeri yang juga merupakan pakar epidemiologi dari University Of North Carollina Chapel Hill AS merasa lebih optimis vaksin COVID-19 akan lebih ampuh pada pengembangan generasi kedua. Hal itu karena pengetahuan terkait COVID-19 akan terus bertambah di kalangan peneliti dan akan meningkatkan efikasi vaksin.

Dia mengatakan bahwa virus SARS CoV 2 tidak akan pernah hilang dari muka bumi sama halnya seperti virus influenza yang menyebabkan pandemi Flu Spanyol pada 1980. Hanya saja keganasan penyakit COVID-19 ini akan terus menurun seperti influenza seiring manusia yang beradaptasi melalui daya tahan tubuhnya, produksi vaksin yang ampuh, dan perawatan terhadap pasien semakin canggih yang meningkatkan angka kesembuhan.

Dunia kini berlomba-lomba melakukan uji klinis vaksin COVID-19 demi mengakhiri pandemi yang telah dan tidak hanya menyisakan persoalan medis semata tetapi dampak berlapis pada berbagai sendi kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan budaya. Masyarakat dunia, termasuk juga bangsa Indonesia sungguh menantikan saatnya vaksin tersebut bisa segera diimplementasikan agar kehidupan bisa kembali normal.

Baca juga: Hampir sejuta orang terima vaksin COVID Sinopharm China

Baca juga: Vaksin COVID AstraZeneca tampak menjanjikan pada orang yang lebih tua


 Baca juga: Menko Airlangga: Tiga juta vaksin Sinovac siap masuk RI akhir 2020

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020