WIKA mendapat kepercayaan sebagai pelaksana proyek itu berdasarkan evaluasi administrasi, teknis, harga, kualifikasi, dan verifikasi oleh PT CNI
Jakarta (ANTARA) - PT Ceria Metalindo Indotama (CMI), anak entitas PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) untuk mengerjakan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Wolo, Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Penandatanganan dilakukan Direktur Utama PT CNI Derian Sakmiwata dan Direktur Operasi II WIKA Harum Akhmad Zuhdi serta disaksikan oleh manajemen kedua perusahaan di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Raih proyek internasional, kiprah WIKA di tingkat global meningkat

WIKA mendapat kepercayaan sebagai pelaksana proyek itu berdasarkan evaluasi administrasi, teknis, harga, kualifikasi, dan verifikasi oleh PT CNI.

"Semoga dengan ditandatanganinya kontrak strategis ini, PT CNI bisa mengoptimalkan besarnya potensi nikel di dalam negeri dan menjadikan industri hulu dan hilir nikel sebagai sektor yang diprediksi bakal prospektif dalam beberapa tahun ke depan," ujar Derian.

Dengan semangat Merah Putih, lanjut dia, komoditas nikel akan menjadi harapan untuk menggenjot pertumbuhan industri logam dasar, sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional.

Rencananya Proyek yang berlokasi di Wolo, Kolaka, Sulawesi Tenggara, ini akan berlangsung selama 36 bulan kalender kerja.

Lingkup pekerjaan WIKA meliputi engineering, procurement, construction, commisioning, dan financing.

"WIKA menyambut positif kepercayaan besar yang diberikan oleh PT Ceria Nugraha Indotama. Insha Allah, proyek ini dapat selesai tepat waktu dengan kualitas yang memuaskan dan bisa menjadi titik ungkit kebangkitan industri berbasis mineral di Tanah Air dan dunia," ujar Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito.

Pembangunan pabrik feronikel itu akan terdiri atas dua lajur produksi, jalur produksi 3 dan 4 (2x72 MVA) dengan nilai kontrak sebesar Rp2,8 triliun dan 180 juta dolar AS.

Masing-masing lajur ditunjang dengan fasilitas produksi utama, yaitu rotary dryer berkapasitas 196 ton/jam (wet base), rotary kiln berkapasitas 178 ton/jam (wet base), electric furnace berkapasitas 72 MVA serta peralatan penunjang lainnya dengan target penyelesaian proyek pada 2023 dan mampu mencapai kapasitas produksi sebesar 27.800 ton Ni/year (ferronickel 22 persen Ni).

Selain CMI, entitas anak dari CNI yang juga melakukan tanda tangan dengan WIKA adalah PT Ceria Kobalt Indotama (CKI).

Kerja sama keduanya berfokus pada sinergi EPC proyek nickel laterite hydrometallurgy beserta power plant dengan estimasi nilai kontrak sebesar 1,1 miliar dolar AS.

Proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian kobalt dengan teknologi HPAL, yang menjadi inti pada kerja sama dengan CMI-WIKA itu diproyeksikan memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 100.000  ton/tahun mixed hydroxide precipitate (MHP) (40 persen Ni dan 4 persen Co dalam MHP) dan 158.000 ton/tahun konsentrat chromium.

Fasilitas produksi utama pada pabrik itu adalah ore preparation facility dan hydrometallurgical plant berkapasitas 3,6 juta ton/tahun (dry base), limestone treatment plant berkapasitas 770 ribu ton/tahun (wet base), sulfuric acid plant berkapasitas 550 ribu ton/tahun, residue storage facilities berkapasitas 970 ribu ton tailing serta peralatan penunjang lainnya.
 

Teknologi terkini

Agung Budi menyampaikan proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel dalam pengoperasiannya kelak akan menggunakan rute rotary kiln-electric furnace yang sudah terbukti (proven) untuk mengolah bijih nikel kadar 1.59 persen Ni menjadi ferronickel dengan kadar 22 persen.

Dikemukakan, berbeda dengan pabrik nikel di Indonesia pada umumnya yang menggunakan electric furnace tipe circular, pabrik ini menggunakan electric furnace tipe rectangular yang memiliki keunggulan, antara lain, pertama, memiliki konsumsi energi/ton atau kWh/ton yang lebih efisien karena menggunakan desain electrode yang tercelup slag (submerged).

Kedua, memiliki service life yang lebih lama karena fleksibilitas struktur rectangular yang sangat baik mengatasi masalah ekspansi furnace.

Ketiga, memiliki tingkat recovery Ni yang lebih baik, melalui bagian slag settling yang diperpanjang oleh dimensi rectangular.

Sementara, proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian kobalt yang menjadi inti pada kerja sama dengan CKI-WIKA, teknologi yang akan digunakan adalah teknologi high pressure acid leaching (HPAL) yang sudah terbukti untuk mengolah bijih nikel limonit kadar 1,25 persen Co dan  0,13 persen Ni menjadi mixed hydroxide precipitate dengan kandungan 40 ribu ton nikel/tahun dan 4 ribu ton kobalt/tahun sebagai bahan baku komponen baterai kendaraan listrik.

Produk sampingan (byproduct) yang bernilai ekonomis dari HPAL plant ini adalah konsentrat kromium sebesar 158 ribu ton/tahun.

Teknologi HPAL mampu memanfaatkan bijih nikel kadar rendah (limonit) untuk diambil mineral berharganya seperti kobalt dan nikel secara ekonomis, dikarenakan konsumsi energi yang rendah, sehingga meminimalisir biaya operasional (opex) dan memiliki tingkat perolehan (recovery) nikel dan kobalt yang tinggi hingga 90 persen.

Kedua proyek yang ditandatangani Jumat ini, dikatakan, semakin menambah portofolio WIKA yang sebelumnya telah berhasil menyelesaikan pabrik feronikel RKEF Halmahera Timur; ore preparation line 4 MOP-PP RKEF FeNi Pomalaa, Sulawesi Tenggara; RKEF non crucible furnace MOP-PP Pomalaa, Sulawesi Tenggara; refining system MOP PP RKEF FeNi 1 Pomalaa, Sulawesi Tenggara; dan chemical grade alumina Tayan, Kalimantan Barat.

Baca juga: WIKA jadi kontraktor terbaik di Indonesia di ajang APEA 2020
Baca juga: Analis: WIKA salah satu BUMN Karya produktif di tengah pandemi


Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020