Pekanbaru (ANTARA News) - Matahari baru sepenggalan di ufuk Timur, ketika Markum, Kepala Sekolah SDN 003 Senapelan Pekanbaru memarkir kendaraannya di samping sekolah.

Markum, lelaki berusia empatpuluhan itu melangkah memasuki gedung sekolah bercat biru dengan perasaan berkecamuk. Tugasnya hari Kamis (6/5) itu, adalah mendampingi 17 muridnya yang tengah mengikuti Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).

"Semoga hasil ujian anak-anak memuaskan," gumamnya.

Markum baru setahun diangkat menjadi kepala sekolah di sekolah itu. Sebelumnya, selama puluhan tahun, ia mengabdi menjadi guru sekolah dasar di sekitar Kecamatan Senapelan.

Jika Markum menerima jabatan itu pada 20 atau 25 tahun lalu tahun lalu, ia pasti akan bangga. Dulu, SD 003 Senapalan adalah sekolah favorit di Pekanbaru. Sekolah itu dikenal dengan nama SD Teladan dan murid yang bersekolah adalah murid yang pandai-pandai.

Namun, kondisi SD 003 Senapalan saat ini sudah jauh berbeda ketimbang 20 tahun lalu. Gedung SD 003 Senapalan, saat ini lebih mirip Lembaga Pemasyarakatan (LP).

Tak ada jendela di gedung itu, yang ada hanya kawat berkarat yang terpasang setinggi satu meter persis di bawah atap gedung yang berfungsi sebagai sirkulasi udara.

Walaupun terletak di tengah kota, malah tepatnya berada di samping Mapoltabes Pekanbaru dan di kelilingi hotel-hotel mewah, kondisi sekolah itu sangat memprihatinkan.

Di halaman sekolah, tak ada lapangan basket atau lapangan bulutangkis. Hanya halaman berbatu yang di tengahnya terdapat tiang bendera yang sudah miring.

Ruangan Markum jauh dari mewah. Di ruangan itu hanya terdapat meja kayu usang berhias bunga kertas warna merah. Bunga tersebut merupakan hasil prakarya murid SD tersebut. Meja Markum tak beda dengan meja yang dipakai siswa-siswanya. Ruangan Markum hanya dibatasi lemari berisi tumpukan buku-buku usang.

"Dulu sekolah ini merupakan sekolah favorit. Bahkan Ketua Komisi II DPRD Kota Pekanbaru, Nofrizal, juga bersekolah di sekolah ini," kenang Markum.

SD 003 Senapelan dibangun pada 1969 dan saat ini mempunyai 123 murid dari kelas I hingga VI. Siswa SD 003 Senapelan dulu kebanyakan berasal dari kalangan atas, tapi saat ini sebagian besar muridnya berasal dari masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Siak, yang sebagian besar merupakan keluarga miskin.

Markum tidak tahu mengapa "pamor" sekolah tersebut perlahan-lahan tenggelam. Namun yang jelas, menurut dia, saat ini banyak sekolah baru yang bangunannya megah dan fasilitasnya lebih lengkap.

SDN 008 Senapelan, yang berjarak sekitar sepuluh meter dari SDN 003 Senapelan adalah sekolah dengan fasilitas yang jauh lebih unggul. Sekolah itu memiliki gedung yang megah dan lapangan olahraga yang bagus dan lengkap.

Kini sebagian besar masyarakat Senapelan memilih menyekolahkan anaknya di SDN 008, yang mempunyai gedung bagus dan sarana dan prasarana yang lengkap.

"SD 003 adalah alternatif terakhir bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Murid kami hanya sekitar 20 orang," ceritanya.

Menurut Markum sejak awal dibangunnya sekolah tersebut tak pernah sekalipun dilakukan renovasi. Oleh karena itu, beberapa bagian gedung sekolah itu saat ini banyak yang sudah mulai rusak.

Dindingnya juga sudah pudar, temboknya retak dan berlumut. Jika hujan kegiatan belajar terhenti.

Markum sangat takut jika sekolah tersebut roboh tiba-tiba, karena ketahanan bangunan itu saat ini sudah jauh berkurang.

"Untung saja, pada hari ini tidak hujan. Jika hujan kemungkinan besar ujian ini terpaksa dihentikan. Hampir semua kelas yang terdapat di sini bocor," tambahnya.

Tak hanya bangunan, meja dan kursi pun sudah tidak layak pakai lagi. "Disini ada murid yang menggunakan kursi berkaki tiga," ujarnya.

Menurut Markum, seharusnya kondisi SD 003 bisa lebih memadai, jika pemerintah setempat peduli terhadap pendidikan. "Sekolah kami hanya berjarak 300 meter dari rumah dinas walikota. Dan hanya sekitar 500 meter dari pasar wisata, Pasar Bawah yang merupakan ikon Kota Pekanbaru," katanya.

Sebenarnya, kata Markum, Walikota, Kepala Dinas Pendidikan hingga DPRD Pekanbaru pernah datang ke sekolahnya. Mereka juga berjanji akan memperbaiki sekolah ini secepatnya.

"Namun janji tinggal janji, tak pernah ada realisasi," keluhnya.

Tiang bendera
Ia juga mengkhawatirkan tiang bendera yang miring. Ia takut suatu saat tiang bendera tersebut menimpa anak yang sedang bermain di halaman sekolah. Walaupun, ia tahu pasti tiang tersebut dipancang cukup dalam.

"Saya berharap dilakukan renovasi secepatnya. Ditambah diberikannya fasilitas yang memadai. Walaupun siswa kami bukan anak-anak orang kaya, tetapi mereka perlu juga perlu diperhatikan," harapnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Yuzamri Yakub mengatakan renovasi SD tersebut terkendala akibat kurangnya dana yang tersedia.

Selama ini dana pendidikan Pekanbaru sudah 20 persen, bahkan tahun ini mencapai 38,46 persen. Namun sayangnya, sebagian besar dialokasikan untuk pembayaran gaji guru.

"Dinas Pendidikan menginginkan sekolah yang rusak tersebut diperbaiki secepatnya. Namun apa daya, tangan tak sampai karena kurangnya anggaran," ujar Yuzamri beralasan.

Perhatian pemerintah terhadap SDN 003 Senapelan berbanding terbalik dengan perhatian mereka pada rencana pembangunan gedung baru DPRD Kota Pekanbaru, "rumah" para wakil rakyat.

Para wakil rakyat tersebut "mati-matian" memperjuangkan disahkannya Perda Multiyears atau tahun jamak. Perda tersebut rencananya akan dijadikan landasan hukum pembangunan gedung DPRD Kota Pekanbaru yang baru.

DPRD beralasan gedung yang sudah berusia 32 tahun tersebut harus secepatnya diganti dengan alasan tidak lagi representatif. DPRD pada mulanya menganggarkan dana hingga Rp47 miliar dengan lama pengerjaan dua tahun.

Kemudian pada rapat paripurna lalu, DPRD melunak dan hanya meminta dianggarkan Rp36 miliar, dengan rincian tahun ini dianggarkan Rp11 miliar dan Rp25 miliar berikutnya pada tahun kedua.

Sikap ini menyusul sikap Pemko yang menolak pengerjaan tahun jamak, mengingat masa jabatan walikota yang habis pada pertengahan tahun 2011.

Belakangan diketahui menurut isu yang berkembang mengapa DPRD Pekanbaru bersikeras menggunakan tahun jamak, dikarenakan adanya kesepakatan tertentu antara DPRD dan kontraktor yang diam-diam sudah diarahkan untuk mengerjakan proyek tersebut dengan biaya jauh di bawah anggaran pembangunan.
(KR-IND/T010)

Oleh Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010