Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemungkinan akan menghentikan atau menggugurkan kasus dugaan korupsi impor sapi yang diduga melibatkan putra advokat senior Adnan Buyung Nasution, Iken Basya Rinanda Nasution, karena Iken meninggal dunia.

"Jika yang bersangkutan meninggal dunia, pidananya gugur," kata Wakil Ketua KPK, Chandra Martha Hamzah ketika ditemui di gedung KPK, Jumat malam.

Chandra mengaku sudah mendapat informasi tentang meninggalnya Iken. Menurut Chandra, jajaran penyidik dan direktur juga sudah menerima informasi itu.

Iken meninggal di RS Pondok Indah pada pukul 17.10 WIB akibat penyakit jantung. Jenazah disemayamkan di kediaman Adnan Buyung Nasution di Jl. Poncol Lestari No. 7 Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Komisaris PT Atmadhira Karya, Iken Nasution sebagai tersangka dugaan korupsi proyek impor sapi di Departemen Sosial (kini Kementerian Sosial) pada 2004.

Berdasar ketentuan, proses pidana terhadap seseorang gugur demi hukum jika yang bersangkutan meninggal dunia.

Namun demikian, pasal 33 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan, "Dalam hal tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya."

Menanggapi kemungkinan mengajukan gugatan perdata itu, KPK belum membuat keputusan.

"Untuk perdatanya, kami belum menentukan sikap," kata Chandra Hamzah.

Saat ini, KPK sedang mengusut tiga kasus dugaan korupsi di Kementerian Sosial, yaitu kasus pengadaan sarung, mesin jahit, dan sapi impor.

Untuk ketiga kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka.

KPK juga telah menetapkan Direktur PT Dinar Semesta,

Cep Ruhyat sebagai tersangka untuk kasus pengadaan sarung pada 2006 sampai 2008.

Direktur PT Ladang Sutera Indonesia (PT Lasindo), Musfar Aziz juga ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus pengadaan mesin jahit pada 2004 hingga 2006.

Khusus untuk kasus impor sapi, KPK mulai menyelidiki kasus itu sejak 2007 dan meningkatkannya ke tahap penyidikan pada awal 2009.

Proyek senilai Rp19 miliar itu diduga merugikan negara sekira Rp3,6 miliar.

Kasus impor sapi sebenarnya terjadi pada 2004, saat Departemen Sosial dipimpin oleh Bachtiar Chamsyah.

Pada 2007, Komisi Pemberantasan Korupsi gencar menertibkan rekening liar di Departemen Sosial. Rekening tersebut awalnya diduga untuk membiayai proyek pengadaan sapi, mesin jahit, dan sarung di departemen tersebut.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2005 juga menyimpulkan adanya beberapa dugaan penyimpangan, termasuk pada proyek pengadaan sapi dan mesin jahit.

Sumber informasi menyebutkan, proyek impor sapi dilakukan melalui penunjukan PT Atmadhira Karya sebagai rekanan, dengan Iken Nasution sebagai komisaris perusahaan itu.

Penunjukan rekanan itu berdasar usulan Direktorat Jenderal Bantuan Jaminan Sosial Departemen Sosial yang saat itu dipimpin oleh Amrun Daulay, melalui surat usulan nomor 48 D/BP-BSFM/IX/2004.

Perusahaan rekanan itu bertugas mengimpor 2.800 ekor sapi Steer Brahman Cross dari Australia.

Ketika proyek berjalan, perusahaan itu diduga menjual sejumlah ekor sapi. Pada akhirnya, perusahaan itu tidak mampu menyetor 900 ekor sapi.

Namun, kekurangan itu disembunyikan dan seolah-olah proyek berjalan sesuai rencana.

Sejumlah sumber informasi menyatakan, pemilik perusahaan itu diduga mendapat bantuan dari pengusaha lain yang sering muncul dalam pemberitaan, untuk menutup kekurangan sapi tersebut.(*)
(F008/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010