Sejauh ini menurut catatan yang ada hasilnya positif dan kami harap harga ayam di tingkat peternak bisa terus membaik
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyatakan upaya pengendalian produksi ayam ras melalui pengurangan day old chicken final stock (DOC FS) ayam ras pedaging berdampak positif bagi peternak.

Pengurangan produksi Final Stock (FS) ini dilakukan lantaran seusai catatan Badan Pusat Statistik (BPS) selama pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 berdampak pada penurunan konsumsi sebesar 43,2 persen.

"Sejauh ini menurut catatan yang ada hasilnya positif dan kami harap harga ayam di tingkat peternak bisa terus membaik," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Nasrullah di Jakarta, Senin.

Nasrullah menjelaskan bahwa pengendalian produksi DOC FS ini melalui pengurangan jumlah setting dan cutting telur HE fertil umur 19 hari. Pengurangan jumlah setting HE dalam bentuk pembagian bantuan telur HE sebagai CSR kepada masyarakat terdampak bencana dan rawan gizi.

"Kementan sangat mengapresiasi para pengusaha yang telah mendukung pemerintah untuk bersama sama menjaga keseimbangan supply dan demand ayam ras," kata dia.

Menurut Nasrullah, bahkan ada perusahaan yang sampai mengalokasikan 371 persen dari target yang diberikan Kementan untuk CSR mereka.

Berdasarkan catatan Ditjen PKH, realisasi CSR sampai 23 November 2020 telah mencapai 8,9 juta butir atau sebesar 119,9 persen dari target.

Seperti yang tertulis pada SE Dirjen PKH Nomor 18029/PK.230/F/09/2020 tanggal 18 September 2020, disebutkan bahwa target pengurangan HE untuk CSR adalah sebanyak 7,5 juta butir. Artinya, realisasi yang tercapai melampaui target.

Kegiatan CSR ini dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu khususnya yang terdampak pandemi COVID-19 dan tidak boleh diperjualbelikan sebagai telur konsumsi.

Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Sugiono juga mengakui pelaksanaan tunda setting yang dimanfaatkan sebagai CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) ini cukup positif. Hal itu karena perusahaan pembibit dapat mendistribusikan ke sekolah, pesantren, dan masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19.

"Dengan kebijakan ini diharapkan banyak pihak yang akan terbantu meskipun kami paham ada juga pihak yang harus berkorban," kata Sugiono.

Ada pun jenis telur untuk program CSR ini adalah telur tetas fertil (tertunas) yang sebenarnya untuk ditetaskan, namun layak untuk dikonsumsi. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu khawatir tentang keamanan pangan dari telur yang diberikan dalam program CSR.

Selain pengurangan jumlah setting telur HE untuk kegiatan CSR, pemerintah melalui Ditjen PKH Kementan juga menerapkan kebijakan pemusnahan (cutting) Hatching Egg (HE). Realisasi program ini juga dinilai cukup positif.

Dalam periode waktu 26 Agustus sampai 21 November 2020, pemusnahan telur HE telah mencapai jumlah sebanyak 66,7 juta butir atau 90,99 persen dari target.

Perusahaan pembibit yang sudah mencapai target 100 persen untuk pemusnahan telur tetas ini ada sebanyak 36 perusahaan dari total 44 perusahaan yang telah berkomitmen melaksanakan pemusnahan telur HE fertil umur 19 hari, yang 2 hari kemudian menetas menjadi anak ayam umur sehari (DOC).

"Kami sangat mengapresiasi perusahaan pembibit yang telah mematuhi pelaksanaan pengendalian produksi ayam ras, sehingga sejak akhir Oktober lalu sampai saat ini harga LB berangsur stabil," kata Sugiono.

Baca juga: Indef sarankan pemerintah miliki data termutakhir industri perunggasan
Baca juga: Kementan diminta tindak tegas perusahaan unggas tak taat afkir dini

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020